Senin 25 May 2015 12:11 WIB

Lesbumi: Kaligrafi itu Produk Kebudayaan

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Pedagang menata hiasan kaligrafi dinding yang dijajakan di pinggir jalan Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (9/4).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pedagang menata hiasan kaligrafi dinding yang dijajakan di pinggir jalan Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagai sebuah produk kebudayaan, kaligrafi boleh digunakan oleh siapa saja. Demikian diungkapkan oleh budayawan sekaligus Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU, Al Zastrow Ngatawi.

“Kaligrafi itu kan produk kebudayaan, jadi siapapun boleh pakai. Yang tidak boleh itu teks kitab suci, karena teks kitab suci milik agama masing-masing,” ujar Al Zastrow kepada ROL, Senin (25/5).

Ia menambahkan, aksara Arab bukan hanya milik orang Islam. Aksara Arab juga digunakan oleh semua orang yang berada di jazirah Arab, baik yang beragama Islam, Kristen, Katolik, dan sebagainya. Di Arab, orang-orang Kristen Koptik bahkan biasa menyebut wallahu atau bismillah karena itu memang bahasa mereka.

Umat Islam harus cerdas dalam perang kebudayaan agar tidak mudah menganggap setiap tulisan yang menggunakan huruf Arab sebagai tulisan Islam.

“Yang tidak boleh itu kalau dia ambil dari teks kitab suci Alquran kemudian diplesetkan. Tapi, kalau mengambil dari teks kitab suci mereka tidak masalah. Makanya, berpandangan simbolik itu mudah tertipunya di situ,” tambahnya.

Isu kaligrafi Arab kembali muncul setelah ditemukannya desain kaos bertuliskan kaligrafi Arab yang digunakan umat Kristiani. Kaos bertuliskan Abana atau Bapa kami ini tersebar luas di Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement