REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jelang Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar 3-7 Agustus mendatang, ormas Muhammadiyah menyelenggarakan sejumlah agenda prakegiatan di berbagai daerah. Agenda menjelang muktamar tersebut dikemas dalam format seminar untuk menjaring berbagai masukan yang akan dibawa pada muktamar nanti.
Salah satu seminar di selenggarakan di Surabaya pada 17-18 Mei, mengangkat tema “Rekonstruksi Paradigma Pelayanan Sosial Muhammadiyah”. Seminar yang dihelat di Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut menghadirkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin sebagai pembicara kunci.
Dalam ceramahnya, Din menyampaikan, pelayanan sosial merupakan gerakan utama muhammadiyah. Bersamaan dengan perkembangan Muhammadiyah sebagai organisasi modern dan mapan, menurut Din, perlu juga memaknai ulang dan menguatkan konsep pelayanan sosial Muhammadiyah.
Din menggambarkan, saat ini nilai sosial seolah terreduksi hanya sebatas menolong orang. “Padahal sosial ini adalah bagian penting dari kebudayaan manusia. Maka dari itu kita mengenal istiah sosial-kemasyarakatan, sosial-politi maupun sosial-budaya. Kita harus mengembalikan sosial pada makna yang lebih luas,” ujar Din dihadapan hadirin.
Menurut Din, pelayanan sosial Muhammadiyah jangan pernah meninggalkan dakwah. Tapi, Din menekankan, pelayanan sosial Muhammadiyah harus bervisi kemanusiaan, agar lebih leluasa menolong manusia dengan tidak tersekat dinding agama. Menurut Din, selama ini, Muhammdiyah telah bergerak di jalur tersebut.
Ia mencontohkan, tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) bergerak ke banyak daerah bencana, tanpa melihat latar belakang agama komunitas masyarakat yang menjadi korban. “Kita juga tidak pernah memaksakan keyakinan kepada masyarakat korban. Semuanya murni bantuan. Syukur-syukur kalau ada yang tertarik mengenal Islam,” ujar dia.
Dakwah Muhammadiyah, menurut Din, harus berlandaskan pada semangat humanism-religius. Prinsip tersebut, kata dia, merupakan antitesa dari nilai humanis-sekular yang selama ini berkembang. Oleh karena itu, menurut Din, Muhammadiyah harus peka terhadap hak-hak dasar kemusiaan. “Kita juga harus bisa merangkul PSK, orang cacat, dan komunitas masyarakat marjinal lainnya,” kata Din.