REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isra dan Miraj barangkali pantas disebut sebagai anugerah atau hadiah bagi Nabi Muhammad. Salah satu pendapat yang populer menyebutkan, peristiwa itu terjadi pada malam ke-27 bulan Rajab, tahun 10 H/621 M.
Menjelang peristiwa Isra Miraj nan agung itu, Nabi Muhammad mengalami tahun duka cita yang menyesakkan dada dan menggundahkan kalbu. KH. Zakky Mubarak menuturkan, peristiwa dukacita itu adalah wafatnya dua orang yang sangat dicintai dan dikasihi.
Pertama, peristiwa wafatnya Abu Thalib, seorang paman Nabi, yang memeliharanya sejak beliau berusia 8 tahun. Paman yang senantiasa melindungi dirinya dari berbagai tindakan jahat kaum musyrik Quraisy.
Selama Abu Thalib masih hidup, orang-orang musyrik tidak pernah berani menyakiti Nabi secara berlebihan. KH. Zakky Mubarak mengisahkan, Nabi menyatakan, “Orang-orang Quraisy tidak menggangguku yang menyakitkan, sampai tibanya akhir hayat pamanku Abu Thalib” (Khalid Muh. Khalid, hal, 95).
Meski Abu Thalib tak mau memeluk Islam hingga akhir hayat, ia mendukung dakwah Rasulullah. Dalam berbagai kegiatan yang dilakukan Nabi untuk berdakwah menyampaikan kebenaran, beliau senantiasa mendapat perlindungan dari paman yang amat dicintainya itu.
Abu Thalib adalah seorang pemimpin Quraisy yang amat disegani, serta memiliki karisma yang kuat yang berpengaruh langsung terhadap seluruh lapisan masyarakatnya. Kepergiannya menyebabkan kalangan kafir Quraysi bebas melancarkan serangan kepada Muhammad dan pengikutnya.