REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalat bukanlah sekadar gerakan tanpa makna. Berbagai filosofi kehidupan tersirat dari gerakan shalat. Muslim bijak yang mampu membaca makna filosofis shalat, merekalah yang mampu menjadikan shalatnya sebagai inspirasi dalam kehidupan.
Setidaknya, mereka terhindar dari hal-hal negatif dalam kehidupan ini. Sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (QS al-'Ankabut [29]: 45).
Shalat fardhu lima waktu dianjurkan berjamaah di Masjid. Ganjarannya 27 derjat dibanding shalat sendiri. Rasulullah SAW sangat disiplin mengontrol umatnya untuk shalat di masjid.
Rasulullah SAW pernah bertekad untuk menyuruh kaum muslimin melaksanakan shalat. Sementara Beliau SAW pergi bersama beberapa orang membawa seikat kayu untuk membakar rumah orang yang tidak datang shalat berjamaah. (HR Bukhari Muslim).
Berjamaah adalah simbol persatuan umat Islam. Bayangkan saja, jika dalam shalat mereka mampu berjamaah, tentu dalam urusan duniawi mereka akan mampu saling bahu-membahu.
Merapatkan dan meluruskan shaf adalah simbol persatuan dan kerukunan umat Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Luruskan shaf, jangan berselisih. Nanti hati kalian juga akan berselisih." (HR Bukhari Muslim).
Rasulullah SAW sangat disiplin soal kelurusan shaf. Ia tak pernah memulai shalat sebelum shaf para sahabat benar-benar rapi, lurus, dan rapat.
Rasulullah SAW takut pertikaian hati umat Islam bisa dimulai dari bertikainya shaf mereka dalam shalat. Hingga pernah suatu kali Rasulullah SAW meluruskan shaf dengan pedang.
Menjadi seorang negarawan yang baik dididik dalam shalat. Hanya ada satu imam yang mutlak harus diikuti, selagi ia taat kepada Allah SWT dan ikut aturan-aturan syariat. Jika si imam khilaf dalam gerakan shalat, makmum mengingatkan dengan zikir subhanallah.
Sang imam diingatkan dengan kalimat yang baik. Akan batal shalat si makmum jika dia menegur imam dengan berdebat dan menyebut kesalahannya. Ini adab kepada pemimpin yang diajarkan shalat.
Ketika imam ditegur karena kesalahannya, ia tak bisa ngotot. Ia akan segera sadar, gerakan shalatnya sudah keliru. Demikian juga ketika ia lupa bacaan Alquran dalam shalatnya. Ia mendengarkan dengan seksama bacaan makmum yang mencoba mengingatkannya.