REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaum muslimah sebenarnya banyak yang berjuang membela negara. Namun, peran mereka memang terkadang terlupakan oleh zaman.
"Bahkan perempuan tidak dilarang untuk ikut maju ke medan perang," ujar sejarawan Islam Tiar Anwar Bachtiar, Selasa, (21/4).
Hal itu didasarkan pada penilaian derajat yang sama atas laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam. Di sisi lain, ujarnya, perempuan yang sudah bersuami memiliki tanggung jawab yang lebih besar, yakni mengurus anak-anaknya.
"Kalau suami istri pergi berperang, lalu anak-anaknya terlantar, maka itu sama saja tak berguna," urai Tiar.
Maka, dalam Islam sebaiknya laki-laki yang pergi berperang, lalu istrinya menjaga dan merawat anak-anaknya.
Namun, pada kasus tertentu, perempuan juga boleh maju ke medan perang ketika ia tidak punya tanggung jawab mengurus suami dan anak-anaknya.
Contohnya, sejak Nabi Muhammad SAW meninggal, Aisyah ra. sudah tidak punya tanggung jawab mengurus suami, ia juga tidak mempunyai anak.
Sejak Nabi Muhammad SAW wafat, Aisyah ra. lebih banyak berkiprah di ruang publik. Ia menjadi guru para sahabat Rasulullah dan terlibat dalam politik.
Bahkan Aisyah ikut terjun dalam perang Jamal dengan menunggang unta. Jadi ketika di rumah sudah tak ada yang diurusi, maka perempuan boleh berkiprah di ruang publik lebih banyak.