REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, dalam berkeyakinan umat beragama harus memiliki sikap radikal. Menurutnya, radikalisme berarti pemahaman yang mengakar.
Untuk itu, keyakinan yang dianut oleh seseorang harus kuat dan mengakar sehingga akan menjadi sebuah keyakinan yang memiliki pondasi yang kokoh. Khusunya dalam hal yang berkaitan dengan substansi beragama. Seperti menebar kasih sayang, kedamaian dan toleransi.
"Jadi radikal dalam hal mewujudkan kasih sayang, mewujudkan kedamaian, radikalisme dalam hal memanusiakan manusia, radikal dalam menjunjung tinggi toleransi dan tenggang rasa. Jadi begitu yang diperlukan," ujar Lukman saat ditemui di Jakarta, Senin (20/4).
Ia menjelaskan, yang harus dihindari oleh umat beragama yaitu perilaku brutal, bukan radikalisme. Ia mengatakan, yang menjadi persoalan saat ini yaitu kuatnya keyakinan yang dimiliki seseorang sehingga menghilangkan batas-batas toleransi atau memaksakan orang lain yang berbeda dengannya untuk menjadi sama dengan menggunakan cara kekerasan.
Untuk itu, makna radikalisme harus mampu diartikan secara tepat oleh setiap umat beragama. Jika makna radikalisme tidak mampu diartikan dengan baik maka dikhawatirkan program deredikalisasi yang saat ini dilakukan dapat dimaknai sebagai upaya untuk menggampangkan keyakinan atau menipiskan keyakinan seseorang yang seharusnya dipegang secara kokoh dan kuat.
Bahkan lebih jauh, program deradikalisasi yang salah arti akan menimbulkan radikalisme baru karena dianggap deredikalisasi adalah upaya sistematis untuk membuat seseorang tidak terlalu memegang secara kokoh keyakinannya.
Ia menambahkan, yang perlu dikedepankan oleh semua pihak termasuk pemerintah yaitu moderasi. "Moderasi itu adalah bagaimana setiap umat beragama itu radikal, kokoh memegang keyakinannya tapi keyakinan terkait substansi agama," katanya.