REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Kemenag, Machasin mengungkap penyatuan pelaksanaan puasa dan hari raya Idul Fitri sangat penting. Ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan kembali dalam perayaan hari besar umat Islam di Indonesia ini.
Untuk itu, tambahnya, Kemenag akan berusaha menawarkan sejumlah kriteria yang bisa menyatukan perbedaan perayaan hari raya umat Islam yang selama ini terjadi di Indonesia. Machasin mengungkapkan keyakinannya bahwa kelak umat Islam tidak akan mengalami perbedaan perayaan bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Menurutnya, kemungkinan besar perbedaan perayaan tersebut tidak akan terjadi selama enam tahun ke depan. Hal ini ditegaskannya mengingat informasi yang diperoleh dari ormas Nahdathul Ulama dan Muhammadiyah terkait hal tersebut.
“Menurut mereka posisi bulan selama enam tahun ke depan tidak akan ekstrim,” ungkap Machasin. Dengan begitu, ujarnya, perbedaan penentuan bulan Ramadhan dan 1 syawal atau hari raya Idul Fitri tidak akan terjadi,
Seperti yang diketahui, Kementerian Agama tengah mengupayakan penentuan awal tiap bulan Hijriah dapat diseragamkan secara nasional. Upaya ini diharapkan dapat menyudahi perbedaan di kalangan ormas-ormas Islam mengenai awal bulan-bulan penting dalam Islam, semisal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijah.
Secara umum, ada dua jenis metode dalam menentukan awal bulan Hijriah yakni, hisab dan rukyat. Hisab merupakan metode yang memakai perhitungan astronomi dan matematika. Rukyat, metode yang mengandalkan penglihatan langsung terhadap hilal.
Adapun hilal merupakan bulan sabit yang muncul sebagai tanda awal bulan baru dalam penanggalan Hijriyah. Hilal diamati pada tanggal 29 tiap bulan untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah masuk pergantian bulan Hijriyah.