Kamis 19 Mar 2015 14:07 WIB

Mengapa Harus Berzakat?

Rep: c24/ Red: Agung Sasongko
Zakat
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewajiban manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT adalah beribadah kepada-Nya. (QS. Al-Dzariyat: 56). Menurut kebanyakan ulama cara beribadah kepada Allah dikategorikan menjadi dua.

Pertama adalah ibadah mahdloh yang dalam kaidah yurispudensi Islam (ilmu ushulul al-fiqh) bahwa pada dasarnya ibadah (formal) adalah terlarang, kecuali ada petunjuk sebaliknya” (Al-ashlu fil al-ibadah al-tahrim illa ma dalla al-dalil  ala khilafihi) dalam hal ini sangat berkaitan dengan semangat Ketuhanan (habl min Allah).

Dan kedua adalah ibadah ghoiru mahdloh yang pada dasarnya semua perkara (selain ibadah murni) di perbolehkan, kecuali ada petunjuk sebaliknya” (Al-ashl fil asy ‘ya’ (ghayr al-ibadah) al-ibahah illa idza ma dalla al-dalil ala khilafihi) maka ini ada kaitanya dengan semangat kemanusiaan (habl min al-nas).

Shalat, zakat, puasa dan haji adalah bagian dari ibadah mahdloh, karena ibadah tersebut merupakan ibadah formal,  maka dalam banyak dalil ibadah mahdloh sudah ada prinsip ketentuannya. Meski demikian prinsip tersebut dapat menyesuikan dengan kebutuhan zamannya. Dalam permasalah ini akan dititikberatkan tentang salah satu bentuk ibadah dengan harta benda (maliyah) yakni zakat.

Secara etimologis menurut Ahmad Warson Munawir dalam Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, kata zakat berasal dari kata zakaa, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, berkembang. Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin dalam buku Mutiara Dakwah Mengupas Konsep Islam Tentang Ilmu, Harta, Zakat & Ekonomi Syariah, zakat secara itimologi adalah penuh keberkahan dan beres.

Sedangkan secara terminologis, menurut Yusuf Qaradawi dalam buku Hukum Zakat. Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Menurut UU No. 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat, pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Direktur pelaksana BAZNAS Pusat Teten Kustiawan menjelaskan ada delapan asnaf mustahiq zakat, antara lain  faqir, miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Ini sesuai dengan dalil Alquran At-Taubah: 60).

"Zakat tersebut tidak diberikan kecuali kepada mereka yang menggunakannya di jalan ketaatan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement