REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya menyatukan kriteria penentuan awal bulan Hijriah. Ini antara lain agar umat Islam Indonesia bisa merayakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, serta memulai ibadah puasa Ramadhan secara serentak.
Sebab, selama ini, sebagian besar ormas-ormas Islam cenderung menetapkan hari yang berbeda-beda dalam menentukan awal bulan Hijriah.
Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis, Ustaz Syarif Ahmad Hakim, menilai, langkah Kemenag patut diapresiasi. Sebab, menyatukan kriteria hisab-rukyat, kata Ustaz Syarif, memang penting demi keseragaman perayaan hari-hari besar Islam.
"Ini justru upaya yang baik karena berkaitan dengan kebutuhan seluruh umat Islam. Dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal, serta tanggal 10 Dzulhijjah, supaya ada keseragaman," ujar Ustaz Syarif Ahmad Hakim saat dihubungi Republika, di Jakarta, Selasa (24/2).
Selanjutnya, Ustaz Syarif menjelaskan peran pemerintah, dalam hal ini Kemenag, sebagai ulil amri terkait penentuan awal bulan Hijriah. Ustaz Syarif menganggap, bila penentuan tersebut dilaksanakan ormas-ormas Islam, maka perbedaan-perbedaan akan tetap ada. Sehingga, harapan seluruh umat Islam Indonesia bisa merayakan hari besar Islam secara serentak kurang lekas terwujud.
"Kalau keputusan diserahkan kepada ormas-ormas Islam, peluang berbedanya sangat besar. Dibandingkan bila kita sepakat menyerahkan keputusan penentuan awal bulan Hijriah kepada pemerintah. Dengan sendirinya, perbedaan-perbedaan itu akan hilang," ungkap Ustaz Syarif Ahmad Hakim.