REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustaz Bachtiar Nasir, para peserta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) mengemban tanggung jawab moral untuk mewujudkan konsolidasi itu.
“Dosa sejarah bila para peserta kongres tidak mewujudkan gagasan besar dan berusaha merealisasikannya. Setidaknya, untuk sampai tahun 2020,” kata Ustaz Bachtiar Nasir saat ditemui ROL di Jakarta, Kamis (5/2).
Adapun gagasan besar itu, dalam pandangan Ustaz Bachtiar, ialah terbentuknya majelis syuro umat Islam Indonesia. Yakni, suatu lembaga independen milik seluruh komponen umat Islam Indonesia. Ustaz Bachtiar mengusulkan, majelis syuro itu terdiri atas sekumpulan tokoh Muslim yang dianggap memiliki kapasitas keilmuan, integritas, rekam jejak perjuangan dan akhlak, serta sifat kenegarawanan.
“Isi majelis syuro ini tidak mesti perwakilan ormas-ormas Islam. Melainkan para tokoh Muslim yang diakui secara nasional. Dan majelis syuro ini, atau apa pun itu namanya, bukanlah tandingan MUI (Majelis Ulama Indonesia),” terangnya.
Hal itu disebabkan, kata Ustaz Bachtiar, MUI didirikan oleh pemerintah. Di sisi lain, para ulama, menurut Ustaz Bachtiar, tidak akan tegas selama masih di dalam bayang-bayang pemerintah. Selain itu, MUI pun sudah memegang dua peranan penting, yakni sebagai dewan syariah nasional dan mufti (pemberi fatwa).
“MUI sudah berat dengan dua peranan itu. Sehingga terlalu lemah untuk menjadi majelis syuro yang membawa konsolidasi kekuatan politik dan ekonomi seluruh umat Islam Indonesia,” pungkasnya