REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Yusuf Mansur
Polemik dan keributan yang terjadi sebenarnya bisa melalaikan kita. Keributan membuat kita lengah. Misalnya, ada keributan yang terjadi di antara saudara.
Keributan itu, bisa memang karena disebabkan internal sendiri, atau keributan itu disebabkan atau terjadi akibat prasangka dari pihak lain. Eksternal.
Ketika keributan itu terjadi, lengahlah kita. Lengahlah seluruh saudara. Semuanya terfokus pada keributan itu. Seluruh energi terkuras habis hanya untuk ribut.
Akibatnya nggak ada yang menjaga dapur, nggak ada yang menjaga lemari, nggak ada yang menjaga brangkas, atau lainnya. Padahal, itu semua barangkali yang sedang diincar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Jika suatu kaum atau kelompok nggak bisa ditundukkan dari luar, maka orang yang nggak suka dengan kelompok itu akan memanfaatkannya dari dalam.
Mereka acak-acak internalnya supaya rebut sendiri. Termasuk juga keluarga kita diacak-acak. Ketika ayah dan ibu ribut, maka anak-anak pasti terbengkalai, tak terurus.
Sesekali ribut, ya boleh-boleh saja, wajar, lumrah. Tapi kalau terus menerus ribut dan membesar? Bahaya akibatnya. Karena itu, semua elemen keluarga mesti banyak menahan diri. Lihatlah kepentingan yang lebih besar daripada hanya rebut sendiri-sendiri.
Jangan melihat pada kepentingan sesaat. Pikirkan masa depan yang lebih luar dan lebih besar. Lihat tuh ayam. Ayam tahu di dalam rumah ada makanan. Orang yang ribut, lupa mengawasi makanan itu.
Ayam menunggu momentum untuk menyantap. Nah, ketika orang yang di rumah ribut, maka nyelononglah si ayam ke dapur. Dimakannya makanan yang sudah jadi incarannya.
Sebenarnya, orang yang ribut itu tahu kok kalau si ayam itu mengincar makanan di dalam rumah. Mereka bahkan tahu rencana ayam.
Tetapi, karena semua pada ribut, dan fokus pada keributan, maka lengahlah pada ayam. Akibatnya, begitu makanan di dalam rumah habis atau berantakan, baru mereka menyadarinya.
“Elo sih, ente sih, kamu sih.” Itulah ungkapan yang muncul setelah semuanya baru menyadari. Semuanya sudah terlambat.
Sementara si ayam, pergi dengan santai dan perutnya sudah kenyang. Ayam dengan bangganya berkokok, seolah mengejek mereka yang ribut.
Contoh lain. Di sejumlah dusun di sebuah negeri yang begitu hebat, terjadi keributan. Semua warga dan dari dusun lain ikut keluar.
Mereka bermaksud melawan kezaliman yang terjadi. Mereka bertempur habis-habisan. Seluruh warga ikut pergi, tanpa terkecuali.
Akhirnya, datanglah orang-orang dari negara lain yang sedang mengincar negeri itu. Mereka panas-panasi warga negeri yang hebat itu dengan sedikit pemoles. Mereka janjikan senjata, minyak bumi, emas, dan lainnya untuk membantu.
Dan, saat semuanya sibuk bertempur, mereka pun memanfaatkannya. Mereka berondong warga negeri yang hebat itu dengan senjata pemusnah massal. Lenyaplah warga negeri itu.
Mereka yang masih hidup atau tersisa dari peperangan itu, kembali dengan keletihan. Mereka kaget karena telah dijadikan budak oleh pihak lain. Mereka menjadi budak selamanya karena lalai dan lengah.
Untuk itu, marilah kita semua mengerem, mengendalikan hawa nafsu. Allah mengajarkan kita untuk berpuasa. Perbanyaklah puasa Sunnah, perbanyaklah sujud, dan zikir, supaya bisa lebih sabar dan pandai mengendalikan hawa nafsu.
Sayangnya, kita kadung lengah dan lalai. Boro-boro sujud atau puasa sunnah, zikir pun tak sempat. Kita terlalu banyak bermaksiat. Tidak dipanas-panasi saja, kita sudah panas duluan. Akibatnya kita terlalu mudah dikalahkan musuh yang sebenarnya tidak terlalu kuat bahkan sangat lemah.
Barangkali ayam akan berkata: “Salah kamu sendiri kok. Salah saya apa? Kenapa saya dibawa-bawa?” Ah, sudahlah. Mari kita introspeksi diri, jangan muda terpancing. Salam.