Oleh: Muhbib Abdul Wahab
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada seorang pemuda ahli maksiat, peminum miras, dan pengonsumsi narkoba bernama Utbah al-Ghulam datang dan bergabung dalam majelis zikir Hasan al-Basri. Saat masuk majelis, pemuda ini mendengar sebuah ayat yang sedang dibaca al-Basri, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka)?” (QS al-Hadid [57]: 16).
Setelah Hasan al-Basri menjelaskan kandungan ayat tersebut secara mendalam, para jamaah menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba seorang pemuda berdiri dan menghampiri beliau, lalu bertanya, “Apakah Allah SWT masih mau menerima orang fasik lagi durhaka seperti aku ini apabila mau bertobat?” Al-Basri menjawab, “Ya, Allah akan menerima tobatmu meskipun kefasikanmu dan kedurhakaanmu seperti Utbah al-Ghulam.”
Ketika al-Ghulam mendengar jawaban al-Basri tersebut, wajahnya berubah menjadi pucat, seluruh tubuhnya gemetar, lalu menjerit dan pingsan. Setelah sadar, ia mendekati al-Basri.
Pemuda itu lalu membaca syair, “Wahai pemuda yang durhaka kepada Tuhan yang menguasai Arasy. Apakah engkau tahu apa yang menjadi balasan bagi orang-orang yang durhaka? Neraka Sa’ir adalah balasan bagi orang-orang yang durhaka. Di dalamnya mereka akan hancur. Kehancuran yang dahsyat itu akan terjadi pada hari dipegangnya ubun-ubun mereka. Jika engkau sabar (kuat) merasakan siksa neraka, teruskanlah kedurhakaanmu. Jika tidak, hentikanlah perbuatan durhaka itu. Kesalahan-kesalahan yang telah engkau perbuat itu karena engkau menghinakan dirimu. Karena itu, usahakanlah sekuat tenaga untuk menghindari kesalahan-kesalahan.”
Setelah membaca syair tersebut, ia kembali menjerit dan pingsan. Setelah sadar, ia berkata, “Wahai Syekh Hasan al-Basri, adakah Tuhan yang Maha Pemurah mau menerima tobat orang yang tercela seperti aku ini?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang menerima tobat seorang hamba yang angkuh kecuali Tuhan yang Maha Pemaaf.”
Setelah membacakan syair tersebut, al-Ghulam mengangkat kepalanya dan berdoa dengan tiga permohonan. “Wahai Tuhanku, apabila Engkau menerima tobatku dan mengampuni dosaku maka berilah aku kecerdasan dalam memahami dan menghafalkan Alquran sehingga aku bisa paham dan hafal setiap mendengar ilmu dan Alquran.”
“Wahai Tuhanku, berilah aku suara yang indah nan merdu sehingga setiap orang yang mendengar bacaan Alquranku bertambah lembut hatinya meskipun sebelum itu hatinya sangat keras.”
“Wahai Tuhanku, berilah aku rezeki yang halal lagi baik (tayib) dan rezeki dari arah yang tidak aku sangka-sangka.”
Tak lama setelah itu, Allah SWT mengabulkan doa al-Ghulam. Tobatnya diterima. Pemahaman dan hafalannya terhadap Alquran bertambah. Setiap membaca Alquran, orang yang mendengarnya pun bertobat, kembali kepada jalan Allah. Setiap hari di rumahnya ada semangkuk gulai dan dua potong roti tanpa diketahui siapa pemberinya.
Kisah tersebut menginspirasi kita semua untuk selalu “menyadarkan diri sendiri” dan bertobat (kembali) kepada jalan kebenaran, jalan Allah, dengan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan dosa yang besar maupun kecil. Tobat merupakan pintu gerbang menuju ampunan dan kasih sayang Allah, bahkan surga-Nya.
Keharusan bertobat itu bukan hanya bagi pemaksiat, melainkan juga berlaku bagi semua orang beriman karena muara dari tobat, yakni keberuntungan dunia dan akhirat. “Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS an-Nuur [24]: 31). Tobat merupakan kunci makrifat (mengenal dan bersikap arif) kepada Allah sehingga dengan makrifat ini hamba dapat menjadi lebih mencintai dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Karena itu, marilah kita selalu bertobat sebelum terlambat sebabAllah itu Mahadekat dan Maha Penerima tobat, serta kita tidak pernah tahu kapan ajal kematian itu menjemput kita. Wallahu a’lam!