REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU --Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin berpendapat, Jam'iyyatul Islamiyah yang dulu pernah dikritisi lembaganya sebagai pengikut aliran sesat kini perlu dikaji ulang.
Menurut dia, dengan banyaknya cendekiawan dan tokoh keagamaan yang berasal dari Jam'iyyatul Islamiyah saat ini dirasa bisa mengawal lembaga tersebut dari penyesatan Aqidah.
"Dahulu JI pernah diisukan dengan yang tidak baik. Tapi saya melihat di sini, banyak guru besar dan pakar ahli agama di universitas negri. Jadi saya pikir, isu itu perlu diklarifikasi lagi," papar KH Ma'ruf saat memberikan sambutan dalam acara peresmian Masjid Baitul Ikhlas Islamiyah, Pekanbaru (5/1).
Masjid megah tersebut adalah yang ke-14 yang diprakarsai Jam'iyyatul Islamiyah Indonesia. Peresmian masjid senilai Rp 11 miliar tersebut digelar besar-besaran. Selain diikuti 2.200 peserta dari seluruh Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Kuching, acara juga dihadiri beberapa ulama, tokoh lokal, dan Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachmanahad.
Kiai Ma'ruf menjelaskan, jika perbedaan antara ormas dan gerakan Islam hanya sebatas furuk saja, maka sebenarnya hal itu tidak perlu dibesar-besarkan. Perbedaan yang tidak diperbolehkan adalah hal-hal strategis yang menyangkut aqidah.
"Kita harus menyatukan pandangan kita yang sifatnya strategis, yaitu tauhid. Sedangkan masalah khilafiyah silahkan saja berbeda," katanya.
Jika apa yang dilakukan Jam'iyyatul Islamiyah saat ini tidak menyelisihi umat Islam secara prinsip, hal itu, menurut KH Ma'ruf diperbolehkan. Hal-hal khilafiyah sangat beragam dan diamalkan oleh berbagai organisasi dan kelompok dakwah. Namun, hal tersebut tidak merusak kepada aqidah yang sifatnya mutlak harus sama.
Selain soal akidah, Kiai Ma'ruf juga mengimbau seluruh ormas dan kelompok Islam agar bersatu untuk berkoordinasi. "Kita harus menyatukan gerakan-gerakan yang bersifat koordinatif. Artinya kita bareng-bareng bekerja untuk ummat. Bekerja sama dan sama-sama bekerja," ajaknya.