REPUBLIKA.CO.ID,
Itu artinya jika produsen memasarkan suatu produk tanpa mencantumkan halal atau haram maka melanggar secara aturan hukum. "Itu sangat tidak masuk akal. Oleh sebab itu saya sangat meragukan undang-undang akan jalan," katanya.
Menyikapi hal ini, GAPMMI dan Asosiasi perusahaan lainnya akan melakukan review terkait hal yang menjadi hambatan yang sulit untuk di implementasikan dalam UU JPH ini.
Setelah menyusun draft yang dinilai menjadi hambatan, GAPMMI akan melakukan komunikasi dengan pemerintah dan DPR untuk mengusulkan beberapa revisi dan perubahan.
Jika upaya untuk komunikasi dengan DPR dan Pemerintah tidak membuahkan hasil maka GAPMMI akan melakukan Judical Review ke Mahkamah Konstitusi.
"Prinsipnya Asosiasi mendukung sistem jaminan halal dan mendukung jaminan kehalalan produk. Tapi yang kami tidak setuju point-point dalam UU itu. Langkah ini juga agar pelaku UKM juga dapat terakomodir dalam UU ini. Karena UU bersifat mandatory," ujarnya.
Ditektur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengatakan sikap yang ditempuh oleh GAPMMI sebagai bentuk perwujudan suara hati pengusaha yang merasa terganggu dengan perubahan sertifikasi yang terdapat di UU JPH.
Hal ini dikarenakan perubahan tersebut akan merubah sistem yang sudah ada dan berjalan baik selama ini. Selain itu perubahan juga akan menimbulkan kerugian secara bisnis dan investasi.
"Saya kira ini bentuk "kegaulan"pengusaha dengan perubahan yang mengganggu. Semua pihak harus mendengar masukan dan harus sadar undang-undang ini banyak sekali kekurangannya,'' jelas Lukmanul Hakim.