REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wachidah Handasah
Karena itulah, Jepang kini tak ragu-ragu lagi menyediakan berbagai fasilitas bagi para pelancong Muslim, mulai dari mushalla di bandara, produk jilbab yang terbuat dari sutra Jepang, dan aneka makanan halal yang menggugah selera dan gampang didapat. Di Bandara Internasional Kansai, dekat Osaka, misalnya, terdapat restoran bersertifikat halal.
Sebagai pemilik dari sebuah perusahaan makanan halal, Badawi telah menandatangani perjanjian dengan All Nippon Airways (ANA), salah satu maskapai besar di Jepang, untuk memasok makanan halal bagi penumpang pesawat maskapai tersebut.
Sejumlah hotel di Jepang juga memintanya memberi nasihat tentang bagaimana memenuhi kebutuhan tamu-tamu yang beragama Islam. Selama ini, kata Badawi, wisatawan Muslim memang merasa kurang nyaman di Jepang. ''Pemerintah harus mengerti hal ini.''
Badawi yakin, Pemerintah Jepang telah menyadari hal itu dan siap merebut bagian yang lebih besar dari ''kue'' turisme Muslim global yang nilainya mencapai 600 miliar dolar AS.
Sejarah mencatat, Islam pertama kali masuk ke Jepang 1920-an melalui ratusan imigran Muslim berdarah Turki yang lari dari Rusia menyusul pecahnya revolusi di Negeri Beruang Merah. Sepuluh tahun kemudian, jumlah Muslim di Jepang mencapai sekitar 1.000 orang yang berasal dari berbagai bangsa.
Gelombang kedatangan imigran Muslim ke Jepang mencapai puncaknya pada 1980-an. Kala itu, banyak pekerja migran dari Iran, Pakistan, dan Bangladesh yang mengadu nasib di Negeri Sakura.
Dan saat ini, Jepang merupakan rumah bagi sekitar 120 ribu Muslim. Mereka menjadi minoritas di negeri berpenduduk 127 juta orang itu.