REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Agama Lukman Hakim Syaefuddin, Kamis (4/12) sore, membuka Workshop Multikulturalisme bagi kaum perempuan Indonesia. Kegiatan yang melibatkan utusan organisasi kewanitaan Islam dari berbagai provinsi, berlangsung di Denpasar, Bali hingga Sabtu (6/12).
Kepada wartawan sebelum membuka acara workshop, Lukman mengatakan, kegiatan itu bertujuan memberi pemahaman kepada kaum ibu tentang pentingnya multikulturalisme di Indonesia. Sebagai pendidik utama anak-anaknya, kaum perempuan penting memahami bahwa ada heterogenitas di Indonesia.
"Melalui workshop kita ingin memberikan pemahaman bahwa pu untuk memberikan rasa agama perbedaan itu memberikan banyak manfaat dan tidak perlu dipertentangkan," kata Lukman.
Dikatakan Menteri, persatuan dan kesatuan Indonesia bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Karena itu lanjut Lukman, kebersamaan itu harus dirawat dan harus dijaga, agar tetap langgeng. Melalui workshop, diharapkan muncul ide dan gagasan untuk menyusun program ke depan.
Sementara itu terkait pertemuan menteri agama dari empat negara yakni Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura (MABIMS) di Nusa Dua, Bali, Lukman mengatakan, semua negara serumpun itu juga menyadari kalau multikulturalisme ada di semua negara. Di Indonesia multikulturalisme sudah ada sejak lama, dan jangan sampai tercerabut dari jiwa bangsa Indonesia.
Sebagai negara muslim terbesar di dunia kata Lukman, Indonesia diharapkan dapat menjadi contoh yang bisa memberikan ketenangan bagi pemeluk agama lain yang tinggal di Indonesia. Ummat Islam Indonesia diharapkan bisa mewujudkan peran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin) atau pemberi rasa aman bagi lingkungannya. "Salah satu esensi ajaran Islam itu, yakni memberi raa aman bagi semuanya," kata Lukman.
Sementara itu ditanya mengenai keinginan Hamas membuka perwakilan di Indonesia, Lukman mengatakan, bahwa hubungan Indonesia dengan Palestina selama ini dilakukan dengan bentuk hubungan G to G. Karenanya bila pihak-pihak Palestina yang ingin berkomunikasi atau bekerjasama dengan masyarakat Indonesia agar melalui Kedutaan Besar Palestina di Indonesia.
"Karena kalau satu diijinkan dan yang lain juga meinta hal yang sama, ini akan menghilangkan peran Kedutaan Palestina di Indonesia," katanya.