Selasa 26 Aug 2014 13:00 WIB

Arya Wedakarna Curiga Masuknya Perbankan Syariah di Bali

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali terpilih Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.
Foto: www.balebengong.net
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali terpilih Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ahmad Baraas/Wartawan Republika

Sekelompok massa berdemonstrasi di depan kantor PT Jasamarga Bali Tol (JBT). Jelang Idul Fitri 1435 Hijriyah, massa dari Aliansi Hindu Bali terdiri dari Cakrawahyu, Yayasan Satu Hati Ngrestiti Bali, Yayasan Hindu Nusantara dan Pusat Koordinasi Hindu Nusantara itu memprotes penggunaan kerudung dan peci hitam bagi karyawan di sejumlah perusahaan untuk menyambut Lebaran.

Di tengah aksi, mereka bertemu dengan pihak PT JBT. Perseroan diwakili Hadi Purnama selaku Manager Operasional serta Manajer PT Lingkarluar Jakarta Budi Susetyo. Pertemuan itu akhirnya menyepakati kebijakan tersebut. Para karyawan pun dapat melepaskan atribut yang menurut para demonstran menjadi atribut khas agama tertentu.

Selain kepada PT JBT, protes serupa juga ditujukan kepada perusahaan lainnya di Bali, antara lain, Hypermart, Smartfren, Hoka-Hoka Bento, dan Taman Nusa. Tuntutan mereka sama. Perusahaan-perusahaan itu harus mencabut aturan pemakaian kerudung dan peci hitam bagi para karyawannya.

 

Sebelumnya, terdapat pelarangan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah negeri di Bali. Termasuk, di sekolah unggulan sekelas SMAN 2 Denpasar. Belakangan, terbitnya Permendikbud 45/2014 yang melegalisasi jilbab pelajar membuat sekolah-sekolah tersebut mau menerima siswi berjilbab. Meski demikian, masih ada beberapa penolakan karena minimnya sosialisasi aturan tersebut.

Tak hanya soal atribut, masalah ekonomi juga dipersoalkan. Teranyar, segelintir warga Bali mempersoalkan masalah perbankan syariah. Pada 7 Agustus 2014 ratusan pemuda Bali menggelar aksi di depan kantor Bank Indonesia (BI) Bali di Denpasar. Mereka membawa spanduk berisi tuntutan untuk pendirian bank syariah di Pulau Seribu Pura. Para peserta aksi juga menyatakan dukungannya kepada ekonomi Pancasila.

Aliansi Hindu Muda Bali mengklaim jika tujuh kabupaten di Bali sudah menolak pendirian bank syariah. Daerah-daerah tersebut menginginkan agar ekonomi kerakyatan dijalankan institusi ekonomi, semisal koperasi, BPR, dan LPD.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali terpilih Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa menjadi senator yang rajin mengampanyekan gerakan antisyariah.

Presiden Aliansi Hindu Muda Bali Internasional ini mengaku, curiga terhadap masuknya perbankan syariah di Bali. Meski, tidak mempermasalahkan sistem ekonomi syariah, Wedakarna menuding, ada keinginan dari pihak-pihak tertentu di balik branding syariah yang dibawa ke Pulau Dewata.

"Saya curiga, oknum-oknum itu punya pandangan yang sama dengan para teroris yang mengebom Bali. Mereka beranggapan bahwa Bali ini negeri kafir," ujar Wedakarna saat berbincang dengan Republika, pekan lalu.

Oleh karena itu, Wedakarna menolak adanya pembukaan bank syariah. Dia pun meminta agar daerah di Bali tak mengikuti  Denpasar dan Badung yang telah menempatkan bank syariah. Menurutnya, Bali lebih cocok menggunakan LPD, koperasi, dan BPR ketimbang sistem ekonomi syariah.

Meski pembukaan kantor cabang bank syariah sudah diatur Undang-Undang Perbankan Syariah, Wedakarna meminta agar pemerintah mengecualikan Bali. Buatnya, aturan tersebut salah. "UU itu salah. UU dibuat untuk kepentingan rakyat, jadi harus didengar apa maunya rakyat. UU Antipornografi saja ada pengecualiannya".

Rektor Universitas Mahendradatta itu juga menuding jika perbankan syariah dijadikan propaganda agama tertentu. Dia mencontohkan, ada karyawan beragama Hindu yang tidak boleh memasang sarana persembahyangan umat Hindu, yakni Padmasana di bank syariah.

Lebih lanjut, dia meminta agar umat Islam lebih pandai mengambil hati warga Hindu di Bali. Dia mencontohkan tentang pembangunan tempat ibadah. Menurutnya, warga Bali tak akan menolak adanya masjid dan mushala jika umat Islam membangun arsitektur masjid dengan memadukan unsur budaya lokal.

"Semetinya, umat Islam harus pandai-pandai mengambil hati umat Hindu, yakni mesti menyesuaikan dengan seni budaya dalam pembangunan masjid".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement