REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Muslim Sunni dan Syiah di Indie bersatu demi melawan State Islamic Irak and Levant (ISIL). Keduanya menegaskan, tindakan menghancurkan tempat ibadah, mendukung seketerianisme dan perpecahan kelompok muslim tidak ada kaitannya dengan berdirinya negara Islam.
"Panggilan khalifah oleh ISIS merupakan upaya untuk menciptakan kesalahpahaman di kalangan umat Islam dan membagi mereka di seluruh dunia," ujar Sekertaris Jendral India Shia Sunni, Zulfiqar Ahmad chamman, seperti dikutip Onislam.net, Kamis (21/8).
Menurutnya, sekterianisme dan pertikaian anatar kelompok telah merusak kehidupan umat. Kematian saat menjadi bagian ISIS bukanlah Jihad. Hal ini diamini oleh seorang editor bernama Arif Siddiqui. Ia mengatakan untuk bergabung untuk menghadapi musuh Muslim yang juga orang Islam.
"Mereka (ISIL) tidak ada hubungannya dengan kesatuan dan kesejahteraan umat Islam. Mereka mencoba untuk menciptakan perpecahan antara Syiah dan Sunni," ungkapnya.
Perhatian dunia kini mengarah ke ISIL yang tengah menguasai kota kedua Irak, Mosul. Pada 10 Juni lalu, ISIL telh menyerbu gedung-gedung pemerintah, stasiun TV, dan Bank.
Situasi di lapangan telah memburuk setelah Syiah Ayatollah al-Sistani mendesak pengikutnya untuk menyerang pemberontakan militan Sunni di Irak. Pada 30 Juni lalu, ISIL membuat pengumuman yang isinya pembentukan negara Islam khilafah berganti menjadi Negara Islam.
Pengumuman tersebut disiarkan melalui rekaman radio yang disebarluaskan secara online. ISIL menyatakan Abu Bakar al-Baghdadi sebagai khalifah dan pemimpin bagi umat Islam dimanapun.