Senin 04 Aug 2014 16:48 WIB

Puasa: Perspektif Syariah, Tarekat, dan Hakikat (1)

 Puasa dalam bulan Ramadhan merupakan puasa wajib dan menjadi salah satu rukun Islam.
Foto: NET/ca
Puasa dalam bulan Ramadhan merupakan puasa wajib dan menjadi salah satu rukun Islam.

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Puasa (shaum) secara populer berarti menahan diri dari hal-hal khusus dalam waktu tertentu dengan niat, rukun, dan syarat tertentu. Puasa dalam bulan Ramadhan merupakan puasa wajib dan menjadi salah satu rukun Islam.

Selain puasa wajib bulan Ramadhan masih ada puasa wajib lain yaitu puasa nazar, puasa kafarat,  dan puasa qadha yaitu pengganti puasa yang ditinggalkan di bulan Ramadhan, entah karena sakit, dalam keadaan musafair, menstruasi, atau nifas.

Selain puasa wajib juga dikenal ada puasa sunah, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa Nabi Dawud, puasa Zulhaj, dll. Keseluruhan puasa itu harus dengan niat semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (al-taqarrub ila Allah).

Waktu pelaksanaan puasa sebagaimana yang masyhur dilakukan di dalam setiap tempat berdasarkan ukuran syar'i, yang boleh jadi di satu tempat berbeda dengan di tepat lain, seperti waktu musim panas di Eropa dan Amerika biasanya puasa lebih lama dibanding dengan puasa di musim dingin.

Di Indonesia relatif lebih stabil sepanjang tahun karena kita berada di daerah garis khatulistiwa. Cepat atau lambatnya puasa ditentukan juga oleh faktor jarak tempuh di dalam berkendaraan, terutama kendaraan pesawat yang bisa melintasi zona waktu berbeda dalam waktu singkat, meskipun bisa juga sebaliknya bisa terjadi jika perjalanan mengikuti garis edar matahari.

Puasa dalam perspektif syari’ah lebih fokus pada apa kata teks atau dalil formal tentang puasa. Karena itu, rukun, syarat, dan sunah-sunah puasa sangat ditekankan untuk diperhatikan. Sah atau tidaknya sebuah puasa banyak mendapatkan penekanan di dalam perspektif ini.

Hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan berhubungan seks sangat diwanti-wanti untuk dijauhi di siang hari saat berpuasa. Sedangkan hal-hal yang secara spiritual bisa mengurangi kualitas puasa, termasuk sunah-sunah yang amat mulia dilakukan saat berpuasa, kurang mendapatkan tekanan.

Di sinilah bedanya puasa dalam perspektif tarikat dan hakikat, lebih menekankan aspek-aspek hakikat dan spiritual puasa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement