Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Shalat berfungsi sebagai shilah karena sebagai media penyampaian sebuah pemberian yang dimohon sang pemohon.
Shalat berfungsi sebagai shaulah karena menjadi sarana penghubung antara Sang Mahakuasa dengan sang makhluk yang lemah.
Shalat berfungsi sebagai salwun karena sang hamba penyembah menyungkurkan diri kepada Zat Tuhannya Yang Mahamulia. Sedangkan du’aun ialah permohonan dari sang hamba yang butuh kepada Tuhan Sang Pemberi (al-Wahhab).
Wushlah (komunikasi) antara Tuhan dengan hamba-Nya dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain, dengan cara penjelmaan, tanazul (turun), dan tadalli (pendekatan) sebagai rahmat, nikmat, kelembutan, karunia, pemuliaan, kebaikan, dan berbagai kemungkinan lainnya.
Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah dengannya (shalawat tersebut) menyampaikan hamba-Nya yang sempurna menuju kepada-Nya dan menjadikannya sebagai khalifah bagi-Nya kepada makhluk dan sebagai mushalliyan.
Artinya, mengikuti kebenaran (haq) yang diamanahkan (mustakhlaf fih) untuk ditampakkan berdasarkan bentuk-Nya dan penampakan sempurna dalam zat, sifat-sifat, asmaul husna, serta memeberitakan tentang-Nya.
Demikian juga, shilah (hubungan) Allah kepada hamba-Nya melalui penjelmaan khusus secara zat dan penjelmaan asma bagi berbagai hakikat pilihan dan ujian dan Ia memberinya (hamba) shaulah (koneksi) yang berasal dari kehendak dan kekuatan-Nya terhadap seluruh musuhnya. Inilah makna shalawat dalam pembahasan kita ini.