REPUBLIKA.CO.ID. WASHINGTON -- Produsen makanan global tengah dirudung kebingungan. Apa pasal, kasus yang menimpa perusahan cokelat mengisyaratkan pentingnya pemenuhan standar halal di dunia Islam.
Yang menjadi masalah, kebanyakan produsen mengklaim belum memahami standar halal. Padahal, otoritas Muslim di seluruh dunia telah membentuk satu standar global.
Alhasil, perusahaan-perusahaan global menghadapi biaya-biaya produksi yang lebih tinggi karena mereka harus mematuhi standar pemrosesan nasional yang beragam bahkan di satu negara yang sama.
Kegagalan mengatasi perbedaan ini membuat perusahaan-perusahaan terpapar risiko menggunakan bahan-bahan yang diperbolehkan oleh satu standar tapi tidak standar yang lain.
"Adanya begitu banyak standar jelas tidak baik. Ini membingungkan," ujar Jamil Bidin, eksekutif kepala Korporasi Pengembangan Industri Halal, sebuah lembagayang terkait dengan pemerintah Malaysia seperti dilaporkan VOA, Senin (16/6).
Malaysia dianggap oleh banyak negara Muslim sebagai pemimpin global dalam pemrosesan makanan halal karena pengalaman sertifikasi yang mapan dan industrinya yang maju.
Perusahaan-perusahaan makanan besar telah meningkatkan investasi dan keahlian mereka dalam makanan halal, membidik populasi Muslim yang tumbuh pesat yang diperkirakan akan bertambah satu miliar pada 2050 dengan peningkatan tingkat pendidikan dan pendapatan.
Pasar untuk memroses, memproduksi dan mendistribusikan makanan dan minuman halal akan tumbuh menjadi industri senilai $1,6 triliun pada 2018 dari $1 triliun pada 2012, menurut DinarStandard, perusahaan riset dengan spesialisasi pasar-pasar Muslim.
Namun para eksekutif industri mengatakan kurangnya standar global dan regional menghambat potensi industri di saat negara-negara seperti Jepang dan Australia juga terjun ke dalam pasar halal ini untuk melayani meningkatnya jumlah Muslim yang bepergian.
"Kami menyambut upaya-upaya untuk menjamin konsistensi dalam sertifikasi halal dan akan mendukung standar global, atau mungkin standar regional yang lebih luas, untuk membantu menyederhanakan lanskap ini," ujar juru bicara perusahaan induk Cadbury, Mondelez.