Sabtu 14 Jun 2014 17:21 WIB

Agar Si 'Tangan di Bawah' Segera Naik Kelas (5-habis)

Sejumlah mustahiq mengantri dalam pembagian zakat di sebuah masjid di Bandung, Jawa Barat.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Sejumlah mustahiq mengantri dalam pembagian zakat di sebuah masjid di Bandung, Jawa Barat.

Oleh: Siwi Tri Puji B

Dalam terminologi fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.

Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.

 

Sedangkan, menurut terminologi syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syariat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Semua mahzab dalam Islam mewajibkan kaum Muslim mengeluarkan zakat jika sudah mencapai ketentuan. Hanya saja, kata Emmy, dana zakat yang terkumpul masih sangat sedikit dibandingkan dengan potensinya.

Ia mengutip hasil penelitian yang menyebut potensi zakat, khususnya zakat profesi dan harta, bisa sampai Rp 200 triliun. “Tapi, yang terkumpul saat ini baru Rp 2 triliun,” kata jebolan fakultas Kedokteran Hewan Insitut Pertanian Bogor ini.

Apakah karena kesadaran pembayar zakat rendah? Emmy menggeleng. “Keinginan umat membayar zakat saat ini sangat besar, tapi penyalurannya kurang tepat,” katanya.

Banyak umat Islam yang mampu, katanya, menyalurkan langsung zakat mereka pada penerima. “Mereka memberi, lalu selesai.”

Cara ini, menurut Emmy, tak bisa disalahkan, tapi tak akan menyelesaikan masalah, terutama jika semangatnya adalah pemberdayaan kaum dhuafa. Selain itu, juga kurang tepat jika dilihat dari ajaran Islam. “Ketentuannya, zakat harus dipungut dan dihimpun oleh sebuah lembaga amil.”

Dengan begitu, dana yang terkumpul bisa dilakukan untuk pembiayaan yang kontinyu terhadap program-program pengentasan kemiskinan. “Melalui lembaga amil, program pemberdayaan jadi terukur. Kita bisa memantau tahap-tahap dari seseorang yang tadinya miskin menjadi mandiri,” katanya.

Langkah ini dilakukan melalui program-program dengan pendampingan. “Intinya, melalui program ini kita menuntut seseorang naik kelas dari yang tadinya merupkan penerima zakat menjadi pemberi zakat,” ujar Emmy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement