REPUBLIKA.CO.ID, -- Menjadi Dai di pedalaman harus bermental baja. Siap dengan segala risiko, termasuk siap ditugaskan dimanapun, terjun langsung ke daerah yang sama sekali belum pernah disambangi bahkan diketahui letaknya.
Menempuh jauhnya perjalanan, berjibaku dengan terik dan hujan dan bertahan ditengah keterbatasan. Kalau tidak, siapa yang peduli untuk menghantar hidayah pada saudara kita dipelosok dan suku pedalaman?
Setelah menyelesaikan perkuliahan sarjana strata satu di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah, Balikpapan, ustaz Jumardin ditugaskan ke wilayah Papua untuk merintis Pesantren Hidayatullah di Merauke. Meski menempuh perjalanan yang tidak mudah, tekadnya sudah bulat untuk menyusuri pulau di ujung Indonesia.
Perasaan mendebarkan sesekali menyergap saat mulai menyusuri sungai dengan perahu ketinting. Lokasi sepanjang sungai yang terlihat hanya deretan hutan nipah, lokasi yang terkenal sebagai tempat berburu buaya bagi suku dagu pedalaman.
Suasana kian mencekam saat perahu ketinting yang ditumpangi mengalami musibah. Baling-baling mesin patah. Doa tak henti dipanjatkan, sambil menunggu berjam-jam mengupayakan agar perahu bisa sampai ketepian sungai yang aman.
Tidak hanya sulitnya perjalanan dengan menerobos hutan bahkan mendaki perbukitan. Bahkan setelah berdakwah dari satu pengajian ketempat yang lain masih butuh kesabaran ekstra.
Pernah suatu kali saat menuju perjalanan pulang setelah pengajian, segerombolan suku dagu mencegat semua orang yang lewat. Dengan meminta imbalan sebagai balas jasa karena telah menimbun jalan yang berlubang dengan ancaman busur panah yang siap dilepas.
Uang dikantong yang hanya cukup beli bensin, terpaksa memberi 3 (tiga) buah apel merah pemberian jamaah pengajian.
Bukannya merasa aman setelah itu, ketika mengendarai motor yang hampir beberapa meter beliau sampai ke rumah, puluhan busur panah terarah ke badan. Suku kubu dagu masih menganggap orang asing adalah penjajah, dengan izin Allah akhirnya beliau terbebas.
Semua itu tentunya adalah pertolongan dan pengaturan Allah Swt.
Rutinitas pengajian beliau lakukan tidak hanya untuk suku-suku yang ada didaerah tersebut. Warga pendatang juga menjadi sasaranya karena maraknya kristenisasi ditanah Cendrawasih ini.
Kini ustaz Jumardin dibantu dua dai lainnya berdakwah di suku pedalaman. Untuk menopang kebutuhan keluarga selama berdakwah, Ust. Jumardin membuka toko sembako di lingkungan pesantren yang dirintisnya.
Beratnya jarak tempuh medan dakwah di Papua tidak menurutkan langkah mewujudkan perubahan yang lebih baik di Pedalaman Papua. Agar Islam bersemi indah di bumi Cendrawasi.
Doakan mereka untuk istiqomah menghantarkan hidayah bagi masyarakat suku pedalaman.