Jumat 13 Jun 2014 12:36 WIB

Agar Si 'Tangan di Bawah' Segera Naik Kelas (3)

Kantor Badan Amil Zakat Nasional di Jakarta.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Kantor Badan Amil Zakat Nasional di Jakarta.

Oleh: Siwi Tri Puji B

Baitul mal, satu tonggak

Lembaga keuangan pertama yang ada pada masa Rasulullah SAW dan menyatu dengan masjid adalah baitul mal.

Penamaan ini berasal dari kata bait yang artinya rumah dan al maal yang artinya harta benda atau kekayaan. Baitul mal sudah ada sejak tahun kedua Hijriyah.

Ketika itu, para sahabat berselisih pendapat soal pembagian harta rampasan perang. Lalu, turun surah al-Anfal ayat 1 yang menjelaskan bahwa pembagian harta rampasan mengikuti ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Dalam ayat ke-41, secara jelas diatur bahwa harta itu dibagi menjadi lima bagian, yaitu satu bagian untuk Allah, Rasulullah, keluarganya, yatim piatu, orang miskin, dan musyafir, sedang sisanya dibagi di antara mereka yang berperang. Sejak itu, harta rampasan perang dikelola oleh baitul mal.

Menurut pakar ekonomi syariah, Hendri Tandjung, pada perkembangannya, pemasukan harta pada baitulmal bukan hanya dari harta rampasan perang, tetapi juga dari sumber penerimaan lain, seperti zakat fitrah; wakaf (muncul pada tahun ketiga H setelah turun surah al-Hasyr ayat 7); Kharaj atau sewa tanah yang lahir pada abad ketujuh H; dan zakat atas harta serta hasil bumi.

“Seiring penaklukan atas banyak daerah, sumber pemasukan baitulmal makin beragam. Misalnya, amwal fadhla atau harta tak bertuan, nawaibatau pajak atas orang kaya untuk menutupi pengeluaran negara pada masa darurat, dan pinjaman,” katanya.

Pengelolaan baitul mal mirip organisasi modern masa kini yang dilakukan pada zaman Khalifah Umar.

Selain mendirikan tempat khusus untuk pengimpanan harga, Umar juga membetuk departemen-departemen untuk menangani berbagai bidang. “Ia juga melantik pegawai, menetapkan gaji dari harta baitulmal, dan angkatan perang,” kata Hendri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement