Jumat 13 Jun 2014 10:41 WIB

Agar Si 'Tangan di Bawah' Segera Naik Kelas (2)

Pemberdayaan ekonomi umat adalah kerja bersama.
Foto: Republika/Prayogi
Pemberdayaan ekonomi umat adalah kerja bersama.

Oleh: Siwi Tri Puji B

Sepuluh terminologi

Islam sangat menaruh perhatian pada persoalan kemiskinan. Dalam Alquran, kata Sekretaris Badan Litbang dan Diklat kementerian Agama RI Hamdar Arraiyah, ada setidaknya 10 terminologi yang merujuk pada masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi. Masing-masing terminologi merujuk pada kondisi tertentu.

Ia mencontohkan fakir dan miskin. Meski kerap disamakan, sejatinya istilah ini berbeda. “Kalau miskin, dia mempunyai penghasilan, tapi tidak mencukupi. Sedang fakir adalah kondisi benar-benar tak berpunya,” katanya.

 

Miskin dan dhuafa lekat dengan penduduk yang bertaraf ekonomi lemah atau memasuki ranah kemiskinan.

Akan tetapi, pengertian lain yang ternyata lebih akurat menyatakan bahwa makna dhuafa tidak sekadar lemah di bidang ekonomi, tapi juga menyangkut kelemahan di sisi fisik, pengetahuan, keyakinan, dan kemauan.

Islam, kata Hamdar, memang mengajarkan untuk mencintai orang miskin. “Tapi, bukan mencintai kemiskinan. Namun, bahkan antikemiskinan,” katanya.

Dalam studi Alquran, kata dia, masing-masing terminologi ini bisa dicari artinya dengan merujuk pada akar katanya. Miskin, misalnya, berasal dari kata sakana, yang berarti diam, tidak bergerak.

“Jadi orang miskin itu adalah orang yang tidak dinamis karena tak punya kemampuan untuk bergerak. Mau menyekolahkan anak, tak punya duit, dan seterusnya. Mereka tidak berdaya,” kata dia.

Karenanya, konsep pemberdayaan ini menjadi sangat cocok bagi mereka. “Pemberdayaan membuat orang miskin memiliki peluang untuk berdaya.”

Dalam Islam, kata pria kelahiran Sopeng, Sulawesi, ini, haram hukumnya mengemis tanpa alasan yang prinsip, semisal kedaruratan. “Kalau orang yang paham agama sementara dia kuat, sehat, dan bisa bekerja, dia tidak akan pergi mengemis,” katanya.

Selain itu, semangat antimiskin juga tertuang dalam banyak hadis. Salah satunya, yang menyatakan “tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”. “Kita didorong menjadi orang yang memberi, bukan meminta. orang yang memberi itu adalah mereka yang berdaya secara ekonomi,” katanya.

Dari mana memberdayakan mereka? Yang penting dibangun lebih dulu, katanya, adalah etosnya, yaitu semangat untuk mentas dari kemiskinan. “Seperti dalam lagu kebangsaan kita, 'bangunlah jiwanya, bangunlah badannya.' Kita harus mulai dari membangun jiwanya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement