REPUBLIKA.CO.ID,
Beragam hiburan mengubah kebiasaan anak mengaji.
Agar Maghrib Mengaji berjalan efektif, harus dibarengi kontrol yang baik. Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini mencontohkan program Maghrib Mengaji dapat dijadikan aturan wajib bagi siswa agar mampu membaca Alquran dengan tartil hingga khatam. “Bisa saja ada syarat wajib masuk SD, SMP, dan SMA harus khatam Alquran,” katanya.
Contoh lain, seperti pasangan yang sudah siap menikah disyaratkan harus khatam Alquran. “Mereka yang mau melangsungkan pernikahan dites dulu bacaan shalatnya, ini bisa jadi rangsangan agar mau gemar mengaji,” ujar Dadang.
Ia melihat program Maghrib mengaji belum terlihat efektifnya. Namun, beberapa ormas Islam telah menggiatkan kegiatan ini di berbagai masjid, salah satunya di Cipadung, Bandung.
Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustofa Yaqub mengatakan pahala mengaji sangat luar biasa. “Karena meskipun tidak paham, membaca satu huruf akan mendapatkan pahala 10 kebajikan,” katanya. Adapun setelah bisa mengaji, yang lebih penting, yakni mengkaji kemudian menerapkan ilmunya.
Kiai Ali melihat saat ini perkembangan mengaji masyarakat cukup bagus. Seperti, Cilegon dan Bangka Belitung. Anak yang ingin masuk SMP harus memiliki sertifikat khatam Alquran. “Ini langkah bagus untuk memacu orang tua agar anaknya bisa mengaji,” ujarnya.
Namun, tak cukup untuk tingkat anak-anak sekadar bisa mengaji. Seiring bertambahnya usia, anak harus sudah mulai diajarkan bagaimana mengkaji Alquran. Ini tidak dapat lepas dari campur tangan orang tua.
Dalam mengaji, kata Kiai Ali, orang tua harus bisa menyelipkan waktu luangnya untuk mengajarkan mengaji kepada anak-anak. Usahakan orang tua dan anak memiliki waktu khusus untuk mengakrabkan diri dengan Alquran.