Kamis 05 Jun 2014 09:34 WIB

Belajar dari Suasana Batin: Dari Hal Menuju Maqam (1)

Tidak mesti menjadi seorang Arab untuk menjadi Muslim terbaik.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tidak mesti menjadi seorang Arab untuk menjadi Muslim terbaik.

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Peranan syekh, mursyid, atau pembimbing spiritual diperlukan dalam meningkatkan hal menjadi maqam.

Clifford Geertz dalam bukunya Islam Obeserved pernah mengingatkan kita bahwa manakala pemeluk dan ajaran agama sudah mulai berjarak maka akan lahir situasi yang gamang.

Fenomena ini, menurut Geertz, akan melahirkan polarisasi di dalam masyarakat yang cenderung berhadap-hadapan satu sama lain.

Akan muncul suatu kelompok moderat, bahkan liberal yang akan mengakomodasi dan memberikan pembenaran keagamaan terhadap perkembangan dunia modern dengan menciptakan metode-motode modern, di antaranya, pendekatan kontekstual atau metode hermeneutik.

Ayat-ayat dan hadis direkayasa sedemikian rupa untuk menjustifikasi kehendak zaman. Kelompok ini sepertinya sudah pasrah dengan kehendak zaman.

Akhirnya, seolah-olah Alquran dan hadis yang harus tunduk kepada zaman modern, bukan lagi Alquran dan hadis yang harus memandu perkembangan zaman.

Pada saat bersamaan, akan muncul kelompok radikal yang seolah-olah ingin menolak kenyataan hidup yang terlalu asing bagi mereka.

Mereka merindukan zaman lampau yang pernah menciptakan The Golden Age. Mereka merindukan situasi kenabian (prophetic system) untuk mewadahi kecenderungan emosi keagamaannya.

Mereka serta merta menolak gagasan pembaharuan dengan memberinya berbagai macam label, seperti sekuler, liberal, pluralisme, jahiliah modern, deislamisasi, gerakan zionis, Kristenisasi, nasionalis sekuler, westernisasi, dan berbagai label lainnya yang bisa memicu proteksi dan emosi keagamaan umat.

Belum lagi, atribut-atribut biologis dan pakaian menyerupakan diri dengan kelompok masyarakat (Arab) yang dianggap sebagai komunitas ideal. Padahal, tidak mesti menjadi seorang Arab untuk menjadi the best Muslim. Kita bisa tetap menjadi orang Indonesia, tetapi sambil meraih insan kamil, manusia paripurna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement