Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Menurut Imam Gazali, dalam kitab Ihya Ulum al-Din, seorang pendosa diminta untuk tidak sekadar beristighfar (membaca lafaz istighfar), tetapi juga harus menjalani rangkaian proses tobat, yaitu pertama memberbanyak mengucap istighfar.
Kedua, segera meninggalkan dosa dan maksiat itu. Ketiga, menyesal sejadi-jadinya terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Selanjutnya, bertekad dan berikrar tidak akan pernah mengulangi perbuatan tercela itu.
Keempat, mengganti dan menutupi perbuatan dosa dan maksiat itu dengan amal-amal kebajikan yang ikhlas. Kelima, kalau dosa itu berupa mengambil hak orang lain maka harus segera mengembalikannya sesegera mungkin.
Keenam, menghancurkan daging yang tumbuh di dalam dirinya yang berasal dari produk haram dengan cara melakukan riyadhah dan mujahadah, yakni menjalani latihan jasmani dan rohani dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT.
Terakhir, sesegera mungkin meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti atau dikecewakan itu. Jika ini semuanya dipenuhi maka seseorang berhak mendapatkan pengampunan Allah terhadap dirinya.
Banyak pendosa yang telah melakukan tahapan pertobatan itu dengan baik dan tekun. Mereka selalu menangisi dosa masa lampaunya di dalam sujud Tahajudnya di tengah malam. Bahkan air matanya tak pernah bisa dibendung jika mengingat kembali berbagai dosa yang pernah dilakukannya.
Penyerahan diri secara total seperti ini mendapatkan janji pengampunan Allah SWT. Ada ulama yang pernah mengatakan bahwa air mata tobat itulah yang akan memadamkan api neraka.
Bahkan Allah SWT mencintainya, sebagaimana hadis yang pernah dikutip Al-Gazali dalam kitabnya, “Allah lebih senang mendengarkan jeritan tobat para pendosa ketimbang gemuruh tasbihnya para ulama.”