Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kiat untuk mendapatkan hikmah dan sekaligus jalan keluar terhadap hajat yang sedang kita alami ialah dengan cara memperkuat semangat raja’, yaitu rasa kebutuhan yang amat sangat terhadap pertolongan dan perlindungan Tuhan.
Ketergantungan kita kepada Tuhan begitu besarnya sehingga seolah-olah tidak ada lagi dewa penolong lain selain hanya Allah SWT. Diri kita terasa tidak ada apa-apanya sementara Tuhan terasa Maha Segalanya.
Sikap raja’ diawali dengan rasa takut kepada Allah SWT. Sering kali, di tengah perjalanan, tadinya hajat dan kebutuhan seorang hamba adalah sesuatu yang bersifat materiil atau duniawi, tiba-tiba beralih kepada Tuhan.
Yang menjadi kebutuhan dan harapan utama ialah ridha Allah SWT. Dalam kondisi batin seperti ini, seorang hamba berpotensi menjalin kedekatan diri dengan Tuhannya.
Kiat selanjutnya tentu saja adalah doa. Tanpa doa, seseorang akan dinilai angkuh dan sombong. Seolah-olah yang bersangkutan tidak membutuhkan Tuhan di dalam mewujudkan hajat.
Etika berdoa ialah sedapat mungkin badan dan jiwa kita bersih. Disarankan berwudhu lalu membersihkan hati dan meluruskan jalan pikiran serta diringi perasaan tawadhu dan raja’ kepada Allah SWT.
Doa diawali dengan lafaz tahmid dan puji-pujian kepada Allah SWT, kemudian shalawat kepada Rasulullah SAW, kemudian masuk ke materi hajat kita, memohon berkah dari apa yang diharapkan, lalu ditutup dengan surah al-Fatihah.
Kiat lain bisa diiringi dengan nazar, yaitu komitmen tertentu kepada Allah, yang akan kita lakukan jika hajat dan harapan kita dikabulkan. Misalnya, kalau hajat dan harapan saya dikabulkan saya akan memberi makanan kepada 60 orang yatim piatu.
Nazar bisa menjadi energi pendorong doa ke langit. Namun disarankan, nazar ini dilakukan tidak terlalu sering sehingga menimbulkan kesulitan diri sendiri karena nazar wajib untuk direalisasikan.
Kesimpulannya, hajat dan kebutuhan besar kita berpotensi untuk lebih mendekatkan seorang hamba kepada Tuhan. Hajat perlu dicermati agar tidak sebaliknya, menjerumuskan kita ke perbuatan yang tercela.
Jangan sampai hajat besar kita yang bersifat duniawi menenggelamkan hajat kita yang sesungguhnya paling besar, ialah taqarrub, berdekatan sedekat mungkin dengan-Nya. Alhamdulillah, berbahagialah orang yang dapat memperoleh kedua hajat tersebut.