Selasa 22 Apr 2014 10:32 WIB

Agama dan Negara Pernah Mesra (1)

Konstantin Agung.
Foto: Worldreport.com
Konstantin Agung.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Pemisahan agama dan negara di Barat dipicu ketidakpuasaan warga terhadap ulah kotor oknum agamawan.

Agama dan negara pernah mesra sepanjang sejarah. Di Mesir Kuno, Raja Firaun selalu menganggap dirinya Tuhan atau perwakilan Tuhan. Pada abad keempat Kekaisaran Romawi mulai menerapkan keharmonian antara agama dan negara.

Raja selalu didampingi pendeta. Tujuannya, memberikan legitimasi setiap kebijakan kerajaan yang diambil. Susunan ketatanegaraan dan hukum dalam negara tersebut dibuat dalam bentuk dogma agama atau semata-mata atas dasar ketuhanan.

Konstantin Agung (305-337 M) menjadikan Bizantium sebagai ibu kota Romawi dan Kristen sebagai agama negara.

Ia kemudian banyak mendirikan gereja-gereja di daerah kekuasaannya, menyerukan nyanyian-nyanyian bersama, serta segala kegiatan berdasarkan gereja Kristen. Kewenangan seperti ini berlanjut terus, khususnya di daratan Eropa.

Pengaruh gereja semakin kuat dalam pemerintahan. Gereja mengendalikan seluruh kehidupan bernegara dan beragama yang berada di bawah kewenangannya.

Sering kali, gereja mengambil tindakan yang terlampau tegas, kebijakan yang dikeluarkan pun banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Masyarakat pun merasa terkekang hingga menyebut masa sampai dengan sekitar abad ke-14 sebagai Dark Ages (zaman kegelapan).

Meski mereka agamawan, mereka bukanlah manusia yang sempurna. Justru, dalam memegang kekuasaan tersebut mereka sering menyalahgunakan. Para agamawan yang menjadi penentu kebijakan negara tersebut terbukti banyak melakukan tindakan korupsi.

Adalah Marthin Luther dan John Calvin yang kemudian mengemukakan berbagai bukti kesalahan-kesalahan yang dilakukan gereja. Misalnya, hukuman terhadap para ilmuwan yang dianggap menentang kekuatan gereja, seperti Nicolaus Copernicus dan Gallileo Galilei.

Salah seorang pemuka agamawan Katolik, yaitu Paus Leo X terbukti memperoleh uang lebih dari lima juta dolas AS per tahun karena suap dan penjualan jabatan gereja. Tak berhenti sampai di situ, pihak gereja yang penuh kuasa juga menjual surat pengampunan dosa dengan harga selangit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement