REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar menilai Aceh memiliki potensi untuk menjadi pusat wisata syariah di Indonesia.
Penilaian Sapta tak lepas dari masifnya potensi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara dalam membelanjakan uangnya di berbagai subsektor wisata syariah secara global berdasarkan survei Thomson Reuters dan Dinar Standard.
Demikian disampaikan Sapta dalam Aceh Business Forum di Jakarta, Selasa (15/4).Sapta menjelaskan, berdasarkan survei lembaga global tersebut, uang yang dibelanjakan masyarakat muslim dunia di sektor wisata syariah (tak termasuk haji dan umrah) pada 2012 mencapai 137 miliar dolar AS.
Nilai ini diproyeksikan menembus 181 miliar dolar AS pada 2018. Sedangkan di sektor pakaian dan fashion, uang yang dibelanjakan tercatat 224 miliar dolar AS pada 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi 322 miliar dolar AS pada 2018.
"Jadi, market is there. Gak usah takut pakai label syariah," kata Sapta.
Menurut Sapta, provinsi terbarat di Indonesia itu memiliki sejumlah faktor pendukung untuk mengoptimalkan potensi menjadi pusat wisata syariah. Faktor-faktor tersebut meliputi alam yang indah, letak secara geografis yang strategis maupun konektivitas yang akan tumbuh seiring keberadaan wisata syariah.
Lebih lanjut, Sapta mengatakan, pengembangan wisata syariah masih terkendala oleh adanya phobia dari masyarakat umum. Misalnya seputar halal-haram. "Padahal Islam adalah rahmatan lil 'alamin," ujar Sapta.