Kamis 03 Apr 2014 13:03 WIB

Memahami Makna Batin Alquran: Wahyu kepada Lebah (1)

Ilustrasi
Foto: Wikipedia.org
Ilustrasi

Oleh: Prof DR Nasaruddin Umar

Lebah merupakan binatang yang istimewa.

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian, makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.’” (QS an-Nahl [16]:68-69).

Dalam artikel terdahulu dikemukakan pengertian wahyu menurut mayoritas ulama sebagai informasi suci yang diturunkan Tuhan kepada para nabi-Nya melalui Malaikat Jibril. Timbul masalah ketika secara tegas Allah SWT menurunkan wahyu kepada ibu Nabi Musa, seperti tertuang di surah al-Qashash ayat 7 yang baru saja dibahas dalam artikel terdahulu.

Kini, lebih menarik lagi karena Allah juga menurunkan wahyu kepada binatang, dalam hal ini ditujukan kepada lebah, sebagaimana ayat di atas. Apakah binatang memiliki nabi, sehingga Allah menurunkan wahyu kepada mereka? Atau, pengertian wahyu perlu diberi pemaknaan ulang?

Dalam kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa' wa al-Nahl karya Ibn Hazm az-Zhahir, jilid pertama halaman 149-159, dijelaskan panjang lebar dalam satu bab tersendiri tentang Inna fi al-Bahaim Rusul (sesungguhnya pada binatang ada rasul-rasul). Di antara dasarnya ialah ayat yang disebutkan di atas bahwa lebah mendapat wahyu dari Tuhan.

Ibn Hazm juga mengemukakan sebuah hadis: “Sesungguhnya Allah SWT memberitahukan kepada para nabinya, termasuk kepada setiap jenis dari berbagai jenis hewan, hingga kepada sejenis kutu dan nyamuk.”

Hadis ini juga didukung oleh ayat: “Sesungguhnya, Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan, tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (QS Fathir [35]:24).

Dalam ayat lain ditegaskan: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga), seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS al-An'am [6]:38).

Ayat-ayat dan hadis di atas dijadikan dasar oleh Ibn Hazm untuk berpendapat para nabi bukan hanya dari kalangan manusia, melainkan juga pada seluruh binatang dengan berbagai macam jenisnya.

Sebagaimana halnya nabi dari kalangan manusia berhak kepadanya wahyu, demikian pula halnya binatang. Mereka juga mempunyai nabi dan mendapatkan wahyu sebagimana disebutkan di atas. Bahkan, menurut Ibn Hazm, bangsa jin dan makhluk spiritual lainnya memiliki nabi atau rasul sebagaimana lazimnya pada setiap komunitas ciptaan Tuhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement