Kamis 13 Mar 2014 05:35 WIB

Muslim Tatar Khawatir (Bagian-1)

Muslim Ukraina
Foto: www.qurban-bayram.blogspot.com
Muslim Ukraina

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lida Puspaningtyas

Yanukovych tetap mengaku sebagai presiden sah.

SIMFEROPOL -- Kedatangan pasukan Rusia ke Crimea membuka luka lama bagi Muslim Tatar. Mereka khawatir akan menghadapi situasi  serupa seperti yang mereka alami sebelumnya pada Perang Dunia ke-2.  Saat itu, Rusia di bawah rezim Stalin bertindak kejam terhadap Muslim Tatar.

''Tiba-tiba kembali ada rasa bahaya,'' kata Dilyaver Reshetov, salah satu ketua lembaga pemantau di Simferopol seperti dikutip Associated Press, Senin (10/3).

Muslim Tatar adalah etnis Turki yang menempati Crimea jauh sebelum Rusia menguasai kawasan itu pada Abad ke-18.  Muslim Tatar menjalankan pemerintahan di Crimea sejak abad ke-15. Pada Perang Dunia ke-2 pasukan Nazi Jerman sempat menduduki wilayah tersebut.

Namun, setelah pasukan Rusia berhasil mengusir Jerman,  Negara Beruang Putih itu  menjalankan tindakan diskriminatif kepada Muslim Tatar.

Pemerintahan Rusia di bawah Stalin menganggap Muslim Tatar telah menjadi bagian dari musuh. Rusia pun melakukan deportasi besar-besaran terhadap Muslim Tatar.

Sekitar 250 ribu Muslim Tatar dideportasi dengan menggunakan kereta api barang. Lebih dari 40 persen meninggal di perjalanan akibat kelaparan dan terserang penyakit.

Pada 1991 setelah Soviet jatuh, banyak Muslim Tatar yang kembali ke Crimea dan mereka mendukung wilayah itu bergabung dengan Ukraina pada 1992. Meski demikian, komposisi penduduk telah berbeda. Mayoritas kini adalah penduduk beretnis Rusia.

Pemimpin Komunitas Tatar di Crimea Refat Chubarov mengatakan, ia bisa memahami mengapa sebagian besar warga Crimea ingin menjadi bagian dari Moskow.

''Karena mereka tiba di sini setelah Perang Dunia ke-2, mereka tidak tahu sejarah sebelum itu,'' katanya. ''Kami ingin mereka memahami kecintaan kami terhadap tanah kelahiran ini.”  Muslim Tatar mendukung Crimea tetap bagian dari Ukraina.

Chubarov sendiri menyerukan Muslim Tatar untuk memboikot referendum yang kemungkinan akan menjadikan wilayah tersebut menjadi bagian dari Rusia. Dia mendesak PBB untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian agar bentrokan mengerikan tidak terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement