Senin 10 Mar 2014 07:18 WIB

Mengenal Istilah Haul (2-habis)

Salah satu perayaan haul di Tanah Air.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Salah satu perayaan haul di Tanah Air.

Oleh: Erdy Nasrul

Syekh Muhamad Nawawi al-Bantani yang wafat pada 1314 H atau 1897 H di Makkah memiliki semangat yang luar biasa besar untuk mempelajari agama Islam.

Walaupun di Indonesia pada waktu itu di bawah penjajahan Belanda sehingga sulit bagi seseorang untuk menempuh pendidikan tinggi.

Pada usia 15 tahun, tokoh yang mengarang ratusan kitab tersebut mendapat kesempatan pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Di sana, ia memanfaatkan kepergian untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam di pusat tumbuhnya agama Islam.

Pimpinan Pesantren an-Nawawi KH Ma’ruf Amin mengatakan, karena penguasaan ilmu agama yang mendalam dan kepribadian yang santun dan rendah hati, pada 1860 Syekh Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid Haram Makkah.

Ia dikenal dengan nama lengkap Syekh Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani. “Kitabnya menjadi rujukan di seantero dunia,” ujarnya yang juga koordinator harian MUI ini.

Selain itu, ada pula peringatan haul Wali Songo, habib, serta sejumlah masyayikh dan kiai. Mereka semua berjasa bagi perjuangan Islam dan Indonesia. Rangkaian kegiatan haul, antara lain, ziarah ke makam sang tokoh.

Pelaksanaan zikir, tahlil, kalimat-kalimat baik, pembacaan Alquran, lalu disusul dengan doa bersama. Tak jarang pula, penyelenggara menggelar taklim atau ceramah agama di sela-sela acara.

Haul merupakan salah satu upaya  mengingat kematian. Selama tidak disertai dengan kemusyrikan maka hukumnya boleh. Hadis riwayat al-Waqidi dalam Nahj al-Balaghah menyebutkan Rasulullah SAW suatu ketika berziarah ke makam syuhada Uhud.

Sesampainya di Lereng Gunung Uhud, Rasul mengucapkan dengan keras, “Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian berkat kesabaran kalian maka alangkah baiknya tempat kesudahan.” Kemudian, Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Utsman bin Affan melakukan hal sama.

Haul juga bentuk dari ziarah kubur yang dianjurkan. Intinya adalah mengingat kematian. Semakin mengingat kematian, semakin membuat seseorang maksimal berbuat kebaikan. Oleh sebabnya, kebaikan tersebut akan menjadi bekal bagi hidup di akhirat nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement