REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Syalaby Ichsan
Pada 2016 kuota haji bertambah 160 persen dari kuota dasar.
BENGKULU -- Kuota untuk jamaah haji Indonesia kemungkinan besar tidak akan bertambah dalam dua tahun. Menteri Agama Suryadharma Ali mengungkapkan, kuota akan kembali bertambah setelah 2016.
Menurutnya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi hingga saat ini masih merenovasi sejumlah infrastruktur, seperti di Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Padang Arafah, hingga Mina.
"Saat ini, Pemerintah Arab Saudi masih membangun sejumlah fasilitas haji. Ditargetkan, selesai pada 2016," katanya di Bengkulu, Sabtu (1/3), seperti dikutip dari Kemenag.go.id.
Menurutnya, renovasi ini merupakan bagian untuk meningkatkan kapasitas tempat untuk para jamaah. Jika renovasi tersebut sudah selesai, Makkah dan Madinah akan mampu menampung lebih banyak jamaah haji, sehingga kuota untuk Indonesia juga bertambah.
Sebenarnya, ujar Menag, pemerintah menyiapkan kebijakan khusus untuk kaum lanjut usia yang hendak berangkat haji pada tahun ini. Hanya, karena pemotongan kuota sebanyak 20 persen masih berlaku, kebijakan itu dibatalkan.
Meski begitu, Suryadharma berjanji, pemerintah akan memperjuangkan kuota haji Indonesia pada 2016, bisa 160 persen dari kuota dasar yang berjumlah 211 ribu orang.
Sebelumnya, Menag sudah meminta Arab Saudi mengembalikan kuota dasar jamaah haji Indonesia, Januari lalu. Pada penyelenggaraan haji tahun 2013, kuota itu terpangkas 20 persen dengan alasan perluasan Kompleks Masjidil Haram.
Pemangkasan bukan hanya menimpa Indonesia, melainkan juga negara-negara lainnya. Pengajuan kembali ke kuota dasar disampaikan saat ia bertemu Menteri Haji Arab Saudi Bandar bin Muhammad Hajjar di Jeddah, Arab Saudi.
Pengendali Gratifikasi
Kementerian Agama dalam waktu dekat akan segera membentuk unit pengendali gratifikasi (UPG). Pembentukan ini akan dilakukan di setiap satuan kerja setingkat Eselon I.
“Pembentukan UPG dilakukan masing-masing satker. Biasanya di bawah unit sekretariat atau kepegawaian, ditugaskan satu atau dua orang sesuai load-nya,” terang Irjen Kemenag Muhammad Jasin, Ahad (2/3).
Satuan kerja di setiap instansi kementerian/lembaga (K/L) dan BUMN/BUMD memang dianjurkan KPK untuk membentuk UPG. Tujuannya, agar setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dengan mudah melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
Dengan keberadaan UPG, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang akan melaporkan gratifikasi tidak harus berhadapan langsung dengan KPK.
Petugas UPG akan memberikan formulir isian laporan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang akan melapor.
Petugas UPG kemudian akan melaporkan formulir itu ke KPK sebelum batas waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. “Tugas UPG biasanya juga termasuk menghimpun Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN,” tambah Jasin.
Jasin menambahkan, UPG/UP-LHKPN itu nantinya menghimpun laporan kekayaan para pegawai negeri Kemenag, sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA) No 91 Tahun 2013 tentang Pegawai Kemenag yang wajib melaporkan LHKPN.
Mereka yang wajib lapor adalah menteri, Eselon I, II, dan III, serta pegawai lain yang ditetapkan dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN.
Pembentukan UPG ini pun diharapkan bisa menjadi solusi kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Agama. Sebelumnya, Jasin sempat mengungkapkan adanya praktik penyimpangan dana haji oleh oknum pejabat Kementerian Agama.
Mereka diduga menyalahgunakan dan menerima uang gratifikasi yang berasal dari pengelolaan dana haji dari biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Informasi tersebut didapatkan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dana gratifikasi itu diduga digunakan untuk keperluan pribadi pembelian mobil dan dibelanjakan kebutuhan lainnya. PPATK juga mengungkap adanya penyimpangan dana haji periode 2004-2012 senilai Rp 230 miliar.