Ahad 02 Mar 2014 05:05 WIB

Bolehkah Menonton Infotaintment?

Infotainment, ilustrasi
Infotainment, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Tidak boleh mengungkap aib yang bersifat pribadi

Siapa yang tidak tahu tayangan infotaintment. Sebuah sajian informasi dari pesohor yang menceritakan aktivitas dan kehidupan pribadinya. Mulai dari kisah percintaan, pernikahan, geger perceraian hingga konflik antarselebriti.

Tak jarang tayangan infotaintment mengeksploitasi aib, kejelekan, gosip, kekerasan, perselingkuhan bahkan tak jarang berisi saling fitnah.

Tak sedikit kaum wanita menyukai tayangan ini. Terlebih jam acaranya diputar saat ibu rumah tangga menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Lalu apakah melihat tayangan infotaintment diperbolehkan?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara khusus pernah dimintakan pendapat soal infotaintment. MUI menjelaskan melihat tayangan infotaintment yang mengeksploitasi aib, kejelekan, gosip sebagai sarana memperoleh popularitas, lahan pekerjaan, sarana hiburan dan mencari nafkah, umat perlu berhati-hati dalam melihat tayangan tersebut.

Jika tayangan tersebut bersifat menggunjing orang lain maka hal tersebut dilarang. Terlebih jika mencari-cari keburukan orang. Terlebih Hal ini didasarkan pada Alquran surah al-Hujurat ayat 12.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan jangan menggunjingkan satu sama lain."

Lalu apa pengertian menggunjing, ghibah dan fitnah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda "Ghibah adalah bercerita tentang saudara kalian tentang hal yang ia benci. Ada yang bertanya 'Bagaimana jika yang saya ceritakan benar-benar nyata dan ada pada orang itu?' Nabi SAW menjawab 'Jika apa yang kamu katakan tentang saudaramu itu benar adanya maka telah melakukan ghibah. Namun apabila yang kamu katakan tidak benar maka kamu telah melakukan kedustaan (fitnah) kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Imam al-Qurtubi mengomentari kelanjutan surah al-Hujurat ayat 12, orang yang menggunjing ibarat memakan daging saudaranya yang sudah mati.

Imam al-Qurtubi menjelaskan perumpamaan ghibah dengan memakan daging orang mati karena orang mati tidak dapat mengetahui jika dagingnya dimakan orang lain. Seperti halnya saat ia hidup ia tidak mengetahui saat digunjingkan orang lain.

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin memperbolehkan ghibah jika ada alasan-alasan syariat. Dengan catatan tidak ada cara lain selain itu.

Sebab, kata Imam Nawawi, kebolehan melakukan ghibah itu antara lain dengan ghibah itu ia berupaya mengubah kemunkaran dan mengembalikan perbuatan orang maksiat kepada kebenaran.

Untuk itu komisi Fatwa MUI memberikan rekomendasi jika tayangan infotaintment menyiarkan aib, kejelekan, gosip dan hal lain sejenis pribadi, hukumnya tidak boleh. Termasuk menonton, membaca dan mendengarkan informasi tersebut.

Membuka aib, kejelekan orang lain dan hal lain yang bersifat pribadi diperbolehkan jika terdapat alasan syar'i. Seperti kepentingan penegakan hukum, memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan atau meminta fatwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement