Jumat 28 Feb 2014 09:50 WIB

Menyingkap Misteri Lauh al-Mahfudz (6-habis)

Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Adanya perubahan di dalam Lauh al-Mahfuzh itu merupakan hak prerogatif Tuhan, sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umm al-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS ar-Ra'd [13]:39).

Kalimat “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki” dari lembaran tertentu dan “menetapkan (apa yang Dia kehendaki)” dalam lembaran lain yang bukan Lauh al-Mahfuzh. Di sisi Allah SWT terdapat Umm al-Kitab yang tidak lain adalah Lauh Mahfuzh yang sesungguhnya dan  tidak tersentuh perubahan.

Soal adanya doa yang diajarkan Nabi, “Ya Allah panjangkanlah umur kami (Allahumma thawwil 'umurana)," sesungguhnya tidak bertentangan dengan nasib dan takdir ketetapan Allah atau qadha dan qadar.

Ulama kalangan Mazhab Asy'ari mengomentari pendapat ini dengan mengatakan, "Apa yang tidak mungkin berubah jika Sang Pencipta menghendakinya?"

Takdir memang tidak bisa berubah tanpa takdir baru yang datangnya dari Allah SWT. Dengan demikian, catatan di dalam Lauh al-Mahfuzh pun bisa berubah.

Sedangkan, jalan pikiran kaum mu'tazilah meyakini catatan di dalam Lauh al-Mahfuzh simetris dengan perbuatan manusia, artinya otoritas yang Allah berikan ke dalam diri manusia memungkinkan manusia mengintervensi catatan-catatan Lauh al-Mahfuzh.

Bahkan, ada di kalangan mereka berpendapat bahwa manusia itu sendiri yang mengisi catatan Lauh al-Mahfuzh.

Kontroversi catatan di dalam Lauh al-Mahfuzh tidak banyak dibahas, baik oleh kalangan filsuf, mutakallimin (ahli teologi), maupun para sufi. Mungkin ini karena wilayah Lauh al-Mahfuzh termasuk di dalam alam gaib mutlak. Wallahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement