Kamis 06 Mar 2014 14:15 WIB

Tentang Wahdatul Wujud (5)

Ilustrasi
Foto: Deviantart.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Meskipun demikian, Ibn Arabi tidak semata-mata menekankan aspek imanensi Tuhan dengan menekankan keserupaan dan pola relasi al-Haq dan al-khalq, tetapi Ibn Arabi tetap mengakui adanya aspek transendesi Tuhan melalui konsep ketakterbandingan-Nya.

Allah SWT dalam kapasitas ahadiyat-Nya tentu saja tak terbandingkan dalam ketakterpisahan makhluknya. Dia "yang tidak ada satu pun setara dengannya" (lam yakun lahu kufuwan ahad (QS. al-Ikhlash [112]: 4).

Namun, dalam kapasitas wahidiyat-Nya, yang di dalamnya diperkenalkan nama-nama-Nya, meniscayakan  antara diri-Nya dengan hamba. Hubungan antara Tuhan dan hamba ini melahirkan konsep Tuhan (Rab) dan hamba (marbub), Ilah dan ma'luh, Khaliq dan makhluq.

Keutuhan relasi antara al-Haq dan al-Khalq memudahkan seseorang memahami siapa Tuhan sesungguhnya.

Pendekatan Ibnu Arabi tidak menafikan Kemahaesaan Allah SWT. Bahkan ia sangat konsisten dan lebih rigid menerapkan konsep ketauhidan dibanding dengan para ulama kalam.

Ia memilah secara rinci antara keesaan nama (tauhid al-Ism), keesaan zat (tauhid adz-dzat), keesaan sifat (tauhid as-shifah), dan keesaan perbuatan (tauhid al-af'al), sebagaimana dijelaskan di dalam beberapa artikel terdahulu.

Konsep ketauhidan Ibnu Arabi lebih bersifat holistik dan komperhensif dan masih perlu diuji, benarkah konsep ketauhidannya diklaim sebagai konsep ketauhidan yang lebih utuh.

Wujud penjabarannya dapat dicontohkan, setiap nama-nama dan sifat-sifat Tuhan masing-masing menuntut manifestasi. Dengan demikian, menurut Ibnu Arabi tidak dapat dihindarkan lahirnya berbagai manifestasi (al-katsrah/multiplicity).

Dari sinilah wujud potensial bermanifestasi menjadi wujud aktual atau wujud konkret, seperti berbagai lapisan alam yang dikenal dengan alam Jabarut, alam Malakut, alam Barzakh, alam Syahadah, atau alam Mulk.

Dari sini juga dipahami bahwa batas dan jarak antara Tuhan dan alam dalam arti "segala sesuatu selain Allah" (kullu ma siwa Allah) teramat dekat, bahkan Alquran sendiri menyebutnya dengan: Wa Nahnu aqrabu ilaihi min habl al-warid (Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya) (QS Qaf [50]: 16).

Ibn Arabi melukiskan konsep tauhidnya dengan sebuah syair. “Jika engkau bicara soal ketakterbandingan, engkau telah membatasi. Jika engkau bicara soal kesempurnaan, engkau juga membatasi. Jika engkau bicara soal keduanya, engkau tepat mengenai sasaran; engkau seorang pemimpin dan syekh dalam ilmu-ilmu makrifat” (Ibnu Arabi).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement