Selasa 25 Feb 2014 16:44 WIB

Perjumpaan dengan Allah-Liqa' Allah (1)

Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Apa yang dimaksud dengan perjumpaan dengan Allah SWT (liqa’ Allah)? Mungkinkah manusia berjumpa dengan Allah?Apa dasarnya? Jika mungkin, apa dan bagaimana kiat seorang manusia bisa menjumpai-Nya? Apa dampak perjumpaan itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini bisa didekati dengan ilmul yaqin (pengetahuan yang pasti), ainul yaqin (penglihatan yang valid), dan haqqul yaqin (keyakinan yang sempurna).

Pendekatan ilmul yaqin ketika seseorang berusaha memahami secara konseptual apa dan bagaimana sesungguhnya konsep perjumpaan dengan Allah melalui metode ilmu pengetahuan biasa, yaitu mempelajari konsep seluk-beluk, nama-nama, sifat-sifat, dan zat- Nya.

Pendekatan ainul yaqin bukan lagi hanya pada tataran konsep, melainkan seseorang sudah menyaksikan bagaimana orang-orang yang sudah berusaha dan mungkin sudah mencapai perjumpaan dengan Tuhannya.

Pendekatan haqqul yaqin terjadi saat seseorang tidak hanya mengetahui secara konsep dan menyaksikan langsung seseorang yang sudah berhasil mencapai maqam liqa’ Allah, tetapi ia sendiri merasakan dan mengalami liqa’ Allah itu sendiri. Sudah barang tentu haqqul yaqin lebih mantap daripada ílmul yaqin atau ainul yaqin.

Perjumpaan dengan Tuhan ialah suasana batin seorang hamba yang merasa sedekat-dekatnya dengan Tuhan, sehingga merasa tidak ada lagi jarak antara Tuhan yang disembah dan hamba yang menyembah. Suasana batin seperti ini membuat seorang hamba merasakan “kehadiran” Tuhan di benaknya.

Perjumpaan Tuhan tidak bisa dibayangkan dalam bentuk indra, tetapi perjumpaan secara rohani. Seorang hamba yang sedang beribadah dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk seolah-olah melihat Tuhan, minimal diasumsikan Tuhan sedang melihatnya (An ta’budallah ka annaka tarahu, wa in lam takun tarahu fainnahu yaraka).

Kemungkinan perjumpaan antara hamba dan Tuhannya diisyaratkan dalam beberapa ayat, antara lain, “Barangsiapa mengharap perjum paan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS al-Kahfi [18]: 10).

Demikian pula dalam ayat, “Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS al-Ankabuut [29]: 5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement