Rabu 12 Feb 2014 17:59 WIB

Ketua Adat yang Kembali ke Fitrah (2)

Sylvester O Dimunah
Foto: Nigeriafilms.com
Sylvester O Dimunah

Oleh: Afriza Hanifa

Bermaksud mempelajari Islam terkait insiden teroris 9/11, Dimunah justru menemukan hal lain yang begitu menarik hatinya.

Perhatian sang ketua adat pun beralih dari tuduhan teroris Islam yang menurut simpulannya sangat jelas tak berdasar. Ia justru terpesona dengan perjalanan Rasulullah Muhammad SAW.

Ia begitu kagum atas perjuangan Rasulullah mengenalkan agama Allah di tengah olokan kaumnya. Perjalanan dakwahnya yang tegar ditengah penistaan dan permusuhan kaum kafir tersebut begitu mengagumkan menurut Dimunah.

Tapi, di luar ini (tuduhan teroris terhadap Muslimin), penelitian tentang Islam membawanya untuk memikirkan lagi dan lagi tentang Islam dan Muslim, terutama mengenai generasi pertama Muslim yang dipimpin sendiri oleh Rasulullah.

"Saya membaca narasi tentang kesabaran beliau menghadapi permusuhan dan kekerasan tak beralasan selama 13 tahun penuh sebelum akhirnya beliau menerima perintah untuk melakukan hijrah. Begitu pun para pengikut beliau," tutur Dimunah yang merupakan wakil ketua dewan dalam pemerintahan Imo.

Meski telah mempelajari Islam dan meyakininya sepenuh pikiran dan hati, bukan berarti Dimunah dalam sekejap memutuskan menjadi Muslim. Banyak hal yang harus dipertimbangkan mengingat dirinya merupakan tokoh masyarakat yang disegani.

Di tengah kegalauan itu, Dimunah kemudian mengenal seorang Muslim bernama Malam Ibrahim Biobonlomije. Ibrahim merupakan mantan sekretaris dewan dan sekretaris eksekutif Pusat Keadilan Islam untuk Perdamaian dan Penelitian Mamman Nasir (Justice Mamman Nasir Islamic Centre for Peace and Research). Sosok itu menginspirasi Dimunah dalam kebulatan tekad mejadi seorang Muslim.

Tak banyak yang diceritakan Dimunah mengenai Ibrahim; bagaimana ia mengenalnya hingga menuntunnya menuju syahadat. Ia hanya mengatakan, Ibrahim memiliki karakter yang sangat baik hingga mampu memengaruhi keputusannya untuk berislam.

Dari Ibrahim ia mengetahui begitu indahnya pengamalan nilai-nilai persaudaraan oleh Muslimin. Dimunah merasa mendapatkan sebuah keluarga yang saling mencintai karena Allah.

"Sifat alami agama adalah alasan saya hingga akhirnya pindah agama. Namun, karakter luar biasa Ibrahim memengaruhi keputusan saya untuk memeluk Islam. Saya terkesan dengan sifat cinta setiap Muslim kepada semua orang tanpa membeci satu pun," ujar Dimunah.

Maka terlantunlah dua kalimat syahadat dari lisan Dimunah. Tak ingin berislam secara sembunyi-sembunyi, ia pun menyatakan keislamannya dihadapan keluarga serta masyarakat umum etis Igbo.

Gemparlah dunia Igbo atas kabar tersebut. "Saya bukannya menerima Islam, saya hanya kembali ke agama yang dipraktikkan nenek moyang, kembali ke agama universal kemanusiaan," ujar Dimunah, menenangkan warganya.

Sambutan warga

Apa boleh dikata, agama Islam sangat asing di kalangan Igbo. Bukan hal mudah menerima kenyataan bahwa salah satu pemimpin adat mereka memeluk Islam. Meski di tengah beberapa penolakan, Dimunah tak pernah sedetik pun merasakan penyesalan telah memeluk Islam.

Ia bersemangat memperjuangkan keimanan dan keislamannya. "Saya tak pernah menyesal bergabung dengan Islam, tanpa menghiraukan stigma, berusaha keluar dari kebodohan, dan pemikiran sesat. Saya datang sebagai seorang Iqbo sekaligus sebagai seorang Muslim," tegasnya.

Tekad kuat Dimunah rupanya membuahkan hasil. Tak lama, keluarganya pun kemudian tak lagi memberikan tekanan. Masyarakat pun mulai menghormati keputusannya. Kepedulian antaranggota masyarakat Igbo, menurut Dimunah, yang menjadi kunci ia dapat diterima kembali meski dengan status baru sebagai Muslim.

"Saya terkesan dengan sikap saling menghormati satu sama lain dan antaranggota masyarakat," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement