REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Farkhan Tsani
Suatu hari, seorang lelaki datang meminta-minta ke rumah Rasulullah SAW. Tidak berapa lama, Rasul keluar untuk memberi bekal kepada orang tersebut. Keesokan harinya, laki-laki peminta-minta itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya lagi.
Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya lagi. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta.
Kali ini Rasulullah berkata, “Aku sudah tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku akan membayarnya.”
Melihat kedermawanan tersebut, sahabat Umar bin Khattab lalu berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah memberi di luar batas kemampuan engkau.” Rasulullah rupanya tidak terlalu menyukai perkataan Umar tadi.
Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari sahabat Anshar menghampiri Rasulullah sambil berseru, “Wahai Rasulullah, janganlah engkau takut untuk terus memberi sedekah. Janganlah engkau khawatir dengan kemiskinan.”
Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, seraya berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi).
Begitulah, Rasulullah merupakan figur makhluk termulia, manusia paling dermawan, paling pemaaf, murah senyum, dan penuh kasih sayang terhadap umatnya.
Telapak tangannya dipenuhi curahan kebaikan. Air kedermawanan mengucur dari bukit kebaikannya. Beliau suka memberi, sosok insan yang gemar bersedekah tanpa pernah takut akan kefakiran dan kemiskinan menimpa dirinya.
Apalagi, ketika Ramadhan tiba. Kecepatan beliau dalam bersedekah melebihi kecepatan embusan angin. Begitu cepatnya dan begitu seketika tanpa perhitungan lagi. Wusss … begitu ada yang minta, kasih. Begitu ada yang memerlukan, beliau beri.
Begitu ada yang perlu pertolongan, beliau bantu. Bahkan, sebelum meminta pun beliau begitu perhatian dan penuh kepedulian.
Hingga, sahabat Anas bin Malik memberikan kesaksiannya, “Rasul belum pernah menolak permintaan seseorang demi tegaknya Islam.” (HR Muslim).
Sahabat Jabir bin Abdullah pun berujar, “Sekali saja tidak pernah Rasulullah mengatakan tidak untuk menolak permintaan orang.” (HR Bukhari Muslim). Rasul adalah pemimpin rumah tangga yang senantiasa menyediakan hidangan di rumahnya untuk dhuafa, tetangga, dan tamu.
Beliaulah yang mengajari kita memperbanyak kuah sayur untuk berbagi dengan sesama tetangga. Pantaslah kalau beliau mengingatkan kita dalam sabdanya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia muliakan tetangganya dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada hadis lainnya, beliau mengatakan, "Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, Dia mencintai akhlak yang tinggi dan membenci akhlak yang rendah.” (HR Baihaqi).
Kita saja yang kadang atau malah sering kali terlalu sayang memegang uang, sehingga lupa berbagi kepada yang meminta atau memerlukan. Kita berangapan harta itu milik kita pribadi. Padahal, hakikatnya itu titipan Allah yang dipercayakan kepada kita.