REPUBLIKA.CO.ID, Jika lebih dari itu, disangsikan suami tidak memberi perhatian sempurna dan tidak sanggup menunaikan hak-hak istri-istrinya. Karena itu kebolehan berpoligami setidaknya harus memenuhi dua persyaratan. Pertama, berlaku adil antara istri-istri dan anak-anaknya, sesuai dengan surah an-Nisa’ (4) ayat 3 di atas. Kedua, kesanggupan membayar nafkah atau belanja nikah rumah tangganya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang perlunya biaya nikah (al-ba’ah) bagi calon suami (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).
Kendati persyaratan berpoligami cukup berat, terutama kesanggupan untuk berlaku adil dalam berumah tangga, namun ada beberapa hikmah diizinkannya oleh Allah SWT melakukannya. Di antaranya seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Rida (ahli tafsir Mesir) sebagai berikut.
a) Untuk memperoleh keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
b) Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri kendati istrinya itu tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri seperti mempunyai cacat badan atau penyakit yangsukar disembuhkan.
c) Untuk menyelamatkan orang yang hiperseks (keinginan seksual yang tinggi) dari perbuatan zina dan krisis akhlak, seperti istri pada masa haid atau nifas, keinginan suami tetap bisa disalurkan. Lain halnya kalau istri yang hiperseks sementara suami tidak mampu, maka istri bisa minta fasakh.
d) Untuk menyelamatkan perempuan-perempuan dari krisis akhlak seperti pada negara yang jumlah perempuannya lebih banyak daripada laki-laki. Umpamanya akibat perang yang berkepanjangan dan sebagainya, maka dengan berpoligami mereka dapat terselamatkan.