REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heri Ruslan
Suatu hari Abdullah bin Umar menjenguk Ibnu Amir, gubernur Bashrah, yang sedang terbaring sakit. ‘’Tidakkah engkau mendoakan kebaikan untukku kepada Allah, wahai Ibnu Umar?" Tanya Ibnu Umar.
"Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak diterima shalat tanpa bersuci demikian juga sedekah dari harta rampasan (hasil korupsi).' Sedangkan engkau sekarang ini menjadi penguasa Bashrah," jawab Abdullah bin Umar memberi nasihat.
Dalam kisah di atas tercantum dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim itu tercantum nama ‘’Bashrah’’. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Al-Nabawi, Bashrah merupakan sebuah kota di pinggiran Sungai Syath al-Arab, setelah pertemuan Sungai Tigris dan Eufrat di desa Al-Qurnah.
‘’Kota itu adalah daerah reruntuhan di selatan muara Sungai Tigris dan Eufrat,’’ ujar Dr Syauqi. Menurut dia, Bashrah didirikan atas perintah Khalifah Umar bin Khattab. Uthbah bin Ghazwan Al-Manaziy memilih kota itu sebagai titik penyerangan, ketika pasukan tentara Islam akan menaklukkan Ebola, Misenia, Ahwaz, dan Persia.
Nama kota Bashrah tercantum dalam hadis tentang perjalanan manusia di hari kiamat. ‘’… Lalu Allah menjawab: “Wahai Muhammad! Masuklah ke surga dari umatmu yang tidak terkena hisab melalui pintu surga sebelah kanan. Mereka adalah sekelompok manusia yang dapat masuk dari pintu itu!”. Demi jiwaku yang ada di kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak antara dua daun pintu dari pintu-pintu surga itu seperti jarak antara Mekah dan Hijr atau seperti antara Mekah dan Basrah”. (HR. Muslim).
Selain dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Bashrah juga disebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, serta Nasa’i. Lalu di manakah kota Bashrah itu berada?
Bashrah adalah sebuah provinsi di Irak. Kota itu dijuluki ''Venesia Timur Tengah''. Kota yang memiliki sejumlah terusan (kanal) itu memiliki peranan yang terbilang sangat penting dalam sejarah awal Islam.
Terletak di sepanjang Sungai Shatt Al-Arab dekat Teluk Persia, Bashrah sempat menjelma menjadi kota metropolis peradaban dan perdagangan di era Kekhalifahan Abbasiyah.
Ketika Baghdad -- ibu kota Dinasti Abbasiyah mencapai kejayaannya -- pada saat yang bersamaan Bashrah pun tumbuh menjadi kota penting dalam peradaban Islam. Kota Basrah yang berjarak 545 kilometer dari Baghdad itu mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 M.
Tak heran, jika Bashrah bersaing menjadi kota metropolis peradaban dan intelektual dengan Baghdad pada era keemasan Islam. Sederet ilmuwan terkemuka yang telah mengharumkan nama Islam terlahir di Basrah.
Di antara sederet sarjana dan ilmuwan Muslim yang terlahir dari kota Basrah itu antara lain; Abdul Malik bin Quraib Al-Asma'i (739 M -831 M), seorang ahli zoologi yang sangat terkenal; Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan bin Duraid, geogafer dan genealog kondang; Al-Jahiz (776 M-868 M) sastrawan Islam klasik yang kesohor; serta Ibnu Al-Haitham (965 M - 1039 M), seorang fisikawan fenomenal.
Selain itu, di pusat intelektual itu juga ahli tata bahasa Arab terkemuka seperti Sibawaih dan Al-Khalil bin Ahmad. Beberapa ahli sejarah terkemuka pun ternyata terlahir di kota itu seperti, Abu Amr bim Al-Ala, Abu Ubaida, Al-Asmai Serta Abu'l Hasan Al-Madani. Selain memiliki sastrawan kondang seperti Al-Hijaz, dari Basrah juga lahir beberapa sastarawan seperti Ibn al-Mukaffa dan Sahl bin Harun.
Kota yang dikenal sebagai penghasil kurma berkualitas tinggi itu didirikan oleh umat Islam pada 636 M - era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Pada tahun itu, pasukan tentara Islam yang mulai melakukan ekspansi di bawah komando Utba bin Ghazwan berhasil menaklukkan wilayah itu dari kekuasaan Kerajaan Sasanid. Di daerah yang awalnya bernama Vahestabad Ardasir itu, pasukan Islam berkemah.
Umat Islam lalu menjadikan daerah itu sebagai basis pertahanan saat melawan Imperium Sasanid. Sejak itu, wilayah itu pun diberi nama Bashrah (bahasa Arab) yang berarti ''mengawasi' atau 'memantau'. Dari wilayah itulah, pasukan tentara Islam memantau pergerakan militer Sasanid.
Versi lain menyebutkan, kata Basrah berasal dari bahasa Persia 'Bas-rah' atau 'Bassorah'. Kata Al-Basrah biasa pula berarti 'batu kerikil hitam'. Secara resmi pada tahun 639 M, Khalifah Umar menjadikan Basrah sebagai ibu kota provinsi dengan wilayah kekuasaan meliputi lima daerah.
Abu-Musa Al-Asha'ari ditunjuk sebagai gubernur pertama Bashrah. Setelah itu, dari masa ke masa pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidin yang berpusat di Madinah mengangkat gubernur untuk Bashrah.
Dari tahun ke tahun, Bashrah tumbuh sebagai sebuah kota. Pada tahun 771 M, Ziad bin Abi Sufyan mulai mengembangkan Basrah menjadi kota yang besar. Kota itu pun dengan cepat berkembang menjadi sebuah metropolis dunia yang terkemuka pada abad ke-8 M. Pada abad itulah, Basrah mencapai puncak kejayaannya. Jumlah penduduknya pun mencapai 200 ribu hingga 600 ribu jiwa.
Selain menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan, Bashrah juga telah berkembang menjadi salah satu metropolis besar dan pusat perdagangan yang kesohor. Salah satu sumber mata pencaharian rakyat Basrah adalah pertanian. Kota yang memiliki tujuh pelabuhan besar itu, menjadi tempat persinggahan pada saudagar. Yang menarik bagi para saudagar dari berbagai belahan dunia, pelabuhan Basrah bisa disinggahi kapal-kapal besar.
Pada saat itu pula, Bashrah menjadi kota industri yang sangat kuat. Sejak dahulu kala, kota tersebut sangat terkenal dengan saluran atau kanal airnya. Menurut Ibnu Hawqal, pada abad ke-10 M, jumlah kanal yang ada di kota itu mencapai 100 ribu. Sebanyak 20 ribu di antaranya bisa dilalui kapal. Nahr Ma'kil merupakan saluran utama yang menghubungkan Bashrah ke Baghdad.
Kanal utama itu dibangun pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Adalah Ma'kil bin Yasar - seorang sahabat Rasulullah SAW - yang memimpin pembangunan kanal itu. Selain itu, kanal utama lainnya di kota itu adalah Kanal Ubullah yang menghubungkan Bashrah ke arah tenggara. Itulah mengapa, Bashrah kerap dijuluki Venisia Timur Tengah. Venesia adalah salah satu provinsi di Italia yang memiliki ribuan kanal.
Sayangnya, era keemasan Bashrah sebagai kota intelektual dan perdagangan tak bertahan lama. Memasuki akhir abad ke-10 M, perlahan namun pasti kejayaan Basrah yang sempat menjadi 'obor peradaban' itu mulai padam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan, masa kejayaan Basrah meredup. Pertama, kota Bashrah yang tengah mengalami kemajuan yang pesat mulai rusak parah setelah pada tahun 953 M diserang olah Karmathian - sebuah sekte - selama 17 hari.
Meski begitu, setelah serangan itu Bashrah bisa kembali pulih. Hal itu dibuktikan oleh kekasaksian seorang penjelajah Muslim bernama Nasir Khursaw. Menurut Nasir pada tahun 1052 M, Basrah merupakan kota yang padat. Dia melihat dinding kota yang dihancurkan Karmathian sudah diperbaiki. Meski begitu, tak sepenuhnya kerusakan akibat serangan itu bisa diperbaiki.
Kedua, padamnya kejayaan kota Bashrah juga terjadi akibat gempuran dan serangan membabi buta tentara Mongol. Pada gelombang penyerangan tentara Mongol yang pertama antara tahun 1219 M hingga 1222 M, Bashrah masih bisa selamat. Namun, dalam serangan kedua, Kota itu tak luput dari gempuran tentara Mongol. Basrah pun dihancurkan oleh serangan gabungan yang dilakukan tentara Perang Salib dengan Mongol.
Untuk menghancurkan metropolis intelektual dan perdagangan utama Islam para pemimpin Nasrani telah mengirimkan utusan khusus kepada Mongol. Mereka berkomplot untuk melakukan serangan gabungan terhadap kota-kota Islam. Basrah pun luluh-lantak ketika Baghdad pada tahun 1258 M dihancurkan pasukan Mongol di bawah komando Hulagu Khan. Penjelajah Muslim Ibnu Battuta, pada medio abad ke-14 masih menyaksikan puing-puing kehancuran Basrah.