Ahad 03 Nov 2013 03:46 WIB

Pengelolaan Zakat Perlu Pengawasan Ketat

Zakat (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Zakat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang (UU) No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) memperluas peran lembaga amil zakat (LAZ) dalam menghimpun dan mengelola zakat masyarakat. Perluasan peran ini membutuhkan pengawasan ketat agar pengelolaan zakat bisa optimal.

Pengawasan tetap harus ada, termasuk pengawasan dari masyarakat dan pihak yang berwenang di lingkungan masyarakat tersebut, kata Ketua Bidang Sosial Masjid Agung Sunda Kelapa, Ahmad Izzuddin, Jumat (1/11).

Menurut dia, pengelola zakat di masjid dan mushala masih banyak yang belum akuntabel dan profesional. Padahal, partisipasi mereka sangat dibutuhkan.

MK mengabulkan sebagian permohonan uji konstitusionalitas UU Pengelolaan Zakat pada Kamis (31/10), khususnya pada Pasal 18, Pasal 38, dan Pasal 41.

Revisi terhadap pasal-pasal itu di antaranya membuat persyaratan perizinan LAZ lebih ringan. Selain itu, MK juga menghilangkan peluang kriminalisasi terhadap LAZ yang tak berizin.

Ketua Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (Lazisnu) Mashuri Malik mengatakan, pengelolaan zakat harus diserahkan kepada pihak yang lebih profesional dan akuntabel, tanpa menghilangkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan zakat.

Mashuri menambahkan, pengelolaan zakat dari perkumpulan dan perseorangan perlu diatur tanpa mengurangi makna syariah zakat tersebut.

Jangan sampai LAZ perseorangan ini luput dari pengaturan, kata Mashuri. Lazisnu, kata dia, tidak keberatan dengan fungsi koordinatif dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Menurutnya, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Baznas memang seharusnya punya hak melihat pertanggungjawaban dana umat tersebut.

Direktur Utama Lazis Muhammadiyah (Lazismu) M Khoirul Muttaqin mengatakan, LAZ harus memiliki badan pengawasan untuk menjaga akuntabilitas dan profesionalisme pengelolaan zakat. Pengawasan ini untuk memperketat potensi penyelewengan dana umat dari zakat.

Khoirul menambahkan, revisi UU Pengelolaan Zakat juga harus membuat tata kelola zakat lebih bisa dirasakan para mustahik.

Muhammadiyah mengimbau bagi LAZ perseorangan yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat secara tradisional dapat memercayakan pengelolaan zakatnya ke LAZ atau BAZ yang lebih berpengalaman sebagai induk pengelolaan zakat.

Terkait hubungan dengan Baznas, Khoirul setuju bila LAZ besar dan berizin di bawah ormas atau yayasan melaporkan keuangan mereka kepada Baznas.

Namun, apabila Baznas ingin memosisikan diri sebagai regulator dan berfungsi koordinatif, seharusnya Baznas melepaskan fungsinya sebagai penyelenggara pengelolaan zakat, kata dia. Ini seperti Bank Indonesia yang cukup mengawasi bank-bank.

Lembaga pengelola zakat di bawah naungan Yayasan Alfajar, Panti Yatim Indonesia, terbantu dengan putusan MK.

Ketua Yayasan Alfajar, Erwansyah, berharap revisi ini dapat memfasilitasi organisasi masyarakat yang mengelola zakat. Mudah-mudahan nanti sistemnya siap, sehingga bagaimana masyarakat dapat memercayai lembaga amal zakat, kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement