Selasa 08 Oct 2013 22:10 WIB

Sertifikasi Halal Obat Butuh Kajian Khusus

Obat-obatan (ilustrasi).
Foto: http://unitednews.com.pk
Obat-obatan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mengingat fungsi obat kadang harus dikonsumsi dalam kondisi darurat, maka sertifikasi halalnya perlu kajian yang sangat mendalam  "Perlu kajian mendalam, contohnya jika ada kasus seseorang sakit parah dan salah satu obat yang harus dia konsumsi belum bersertifikasi halal sementara dalam keadaan darurat harus segera dikonsumsi maka dikhawatirkan bisa menimbulkan persoalan baru," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (8/10).

Kajian itu perlu karena obat memiliki perbedaan dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari. "Obat termasuk vaksin bersifat strategis yang dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa manusia, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat oleh mereka yang terpaksa, dan tidak dikonsumsi dalam jumlah berlebihan sehingga bisa memenuhi syarat untuk tidak diharamkan," katanya.

Dia menambahkan, saat ini hampir 95 persen bahan baku obat merupakan impor. Ini juga menimbulkan persoalan baru, industri tentu harus memeriksa bahan baku itu langsung misal ke Amerika Serikat atau Eropa.

"Saya tidak tahu bagaimana memeriksanya kalau bahannya diperiksa ke negara asal, jelas sangat merepotkan," ujarnya.

Penentu Sertifikasi

 

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Baghowi mengatakan, khusus untuk produk obat, penetapan halal kemungkinan besar bukan mandatory atau wajib. Menurut dia, salah satu kendala dalam RUU itu yang masih mengganjal terkait dengan pembentukan lembaga siapa yang berhak menentukan halal tidak suatu produk.

Versi pemerintah, menurut Baghowi, yakni penunjukkan lembaga atau kampus lalu diberi kewenangan melakukan sertifikasi untuk menguji halal atau tidak sebelum disampaikan ke MUI.

Sementara itu, kajian akademis RUU jaminan produk halal (JPH) tegas disebutkan bahwa masalah kehalalan obat dan vaksin harus ditangani secara serius dan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan seluruh faktor yang ada karena bersifat strategis.

Disebutkan dalam kajian akademis RUU JPH, obat dan vaksin berbeda dari produk konsumsi lain. Pertama, dengan alasan hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat.

Kedua, konsumen sebenarnya tak menginginkannya karena mereka terpaksa, dan yang ketiga dikonsumsi secara tidak berlebihan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement