REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Utama Pemeriksa Halal (LPH) Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM), Muti Arintawati mengatakan, alkohol bisa dibedakan ke dalam dua kategori. Pertama, alkohol/ etanol hasil industri khamr, yang hukumnya sama dengan hukum khamr yaitu haram dan najis.
Kedua, ujar Muti, alkohol/ etanol hasil industri non-khamr baik merupakan hasil sintesis kimiawi berbahan dasar petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non-khamr, hukumnya tidak najis. Apabila dipergunakan pada produk non-minuman, hukumnya mubah. Sementara itu, apabila secara medis tidak membahayakan.
"Dalam pemeriksaan kehalalan, LPH LPPOM merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/ Etanol Untuk Bahan Obat," kata Muti kepada Republika, Rabu (9/7/2025)
Muti menyampaikan bahwa ada empat poin ketentuan hukum yang disebutkan dalam fatwa tersebut. Pertama, pada dasarnya berobat wajib menggunakan metode yang tidak melanggar syariat, dan obat yang digunakan wajib menggunakan obat yang suci dan halal.
Kedua, obat-obatan cair berbeda dengan minuman. Obatan-obatan digunakan untuk pengobatan sedangkan minuman digunakan untuk konsumsi. Dengan demikian, ketentuan hukumnya berbeda dengan minuman. "Ketiga, obat-obatan cair atau non cair yang berasal dari khamr hukumnya haram," ujar Muti.
