REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Suryadharma Ali secara terang-terangan menolak adanya wacana tes keperawanan yang muncul di masyarakat. Dikatakan, wacana untuk tes keperawanan itu tidak etis dan merendahkan perempuan.
Wacana adanya tes keperawanan ini bisa jadi lampu merah bagi dunia pendidikan. Tapi, menurut dia, itu bukan solusi untuk menjaga moral anak didik terkait pergaulan bebas. Menjaga moral anak didik perlu perhatian, bukan hanya dari lembaga pendidikan, tapi juga keluarga.
"Harus ada langkah efektif dan sinergis dari lembaga pendidikan dan keluarga menjaga anak didik di lingkungannya," ujar Suyadharma kepada Republika, Kamis (28/8).
Lembaga pendidikan dan keluarga harus satu tujuan membentuk anak didik yang berilmu, bertakwa dan berakhlak mulia. Kalau kedua pihak ini tidak sinergis maka susah untuk menjaga moral anak didik, terutama di tengah pergaulan bebas anak muda saat ini.
Menag mengaku khawatir, jika tes keperawanan tersebut dilakukan dampaknya tidak baik secara jangka panjang. Antara lain, bukan hanya merendahkan harkat dan martabat siswi dan perempuan saja. Tapi juga mengganggu kejiwaan yang bersangkutan. Dampaknya, lebih jauh akan memunculkan stigma yang tidak baik bagi pendidikan di Indonesia.
Ia mengumpamakan, bila tes tersebut dilaksanakan dan ada siswi yang lolos tes Keperawanan. "Apakah itu akan menjamin ia akan bermoral baik? Tidak ada jaminan setelah tes keperawanan, siswi itu juga tetap menjaga keperawanannya. Itu juga memunculkan ketidakadilan."
"bagaimana dengan menjaga moral siswa? Apakah dilakukan tes keperjakaan juga?," tanyanya.
Karena itu, ia menegaskan menolak sama sekali wacana tes keperawanan. Khususnya di lembaga pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama. "Saya pastikan, madrasah dan pesantren tidak ada tes keperawanan itu."