REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Populasi Denmark tak lagi homogen seperti sebelumnya. Hadirnya komunitas Muslim jadi pembeda.
Hal itu yang menuntut perlunya kesahajaan sikap masyarakat Denmark akan keberagamaan yang membentang di hadapan mereka. Perlahan tapi pasti pengakuan terhadap eksistensi Muslim telah dimulai kendati baru pada level politikus atau pejabat negara.
Pengakuan itu tampak dari komentar PM Denmark, Helle Thorning-Schmidr dalam laporan yang dilansir The Copenhagen Post, Selasa (13/8). "Saya pikir Denmar sudah harus akomodatif bagi semua budaya dan agama. Itu dimulai dari label makanan. Saya pikir wajar bila konsumen ingin tahu apakah mereka mengkonsumsi daging halal atau tidak," katanya.
Sikap itu selanjutnya dibarengi seruan PM Thorning-Schmidt agar perusahaan-perusahaan Denmark secara jelas menginformasikan status halal pada kemasnya. Ia juga mendorong tempat pemotongan hewan agar menyematkan label halal.
Kebijakan PM Thorning-Schmidt setidaknya menyejukkan hati komunitas Muslim yang terlanjur kecewa dengan pernyataan Menteri Makanan Mette Gjerskov yang menentang ide pelabelan halal makanan.
"Kita pahami disini, kita harus memperlihatkan semangat tanpa harus melupakan tradisi Denmark, silahkan masukan menu babi pada taman kanak-kanak dan rumah sakit," katanya.
Menurut PM, setiap warga Denmark berhak untuk makan dan tahu apa yang mereka makan. Harus ada ruang bagi tradisi agama lain, dengan tetap menjaga tradisi mengkonsumsi daging babi dan bernyanyi ketika Natal tiba.
Denmark adalah negeri dengan populasi Muslim sebanyak 200 ribu jiwa, atau tiga persen dari total populasi yang mencapai 5.4 juta jiwa.