Selasa 26 Mar 2013 20:25 WIB

Jeewan Chanicka: Hidup dan Mati Saya Hanya untuk Allah (1)

Rep: Agung Sasongko/ Red: Citra Listya Rini
Jeewan Chanicka
Foto: onislam
Jeewan Chanicka

REPUBLIKA.CO.ID, Apa tujuan hidup setiap manusia. Pertanyaan itu selalu mengemuka dalam pikiran Jeewan Chanicka. 

"Tuhan tidak mungkin hanya menciptakan manusia hanya untuk mengisi seluruh penjuru bumi," kata Chanicka seperti dikutip onislam.net. Selasa (26/3).

Dari pertanyaan itu, Chanicka berusaha keras untuk mencari jawaban itu. Pencarian itu dimulainya melalui dalam dirinya. Selanjutnya, ia tanya orang-orang di sekitarnya. 

Dari sekian banyak pertanyaan, satu jawaban mengemuka, setiap orang memiliki jawabannya sendiri. Kesimpulan itu semakin memotivasinya untuk lebih memahami apa yang dilakukan setiap individu. 

Itu pula yang mendorongnya menjalani pencarian spiritual di usianya yang sangat muda. "Saya ingat, perjalanan itu dimulai ketika saya berusia 10 tahun. Memang, saya belum memahami dengan baik, bagaimana parameter pencarian itu," kata dia.

Seiring perjalanan spritualnya, Chanicka banyak dipengaruhi pemahaman keyakinan Hindu dan Kristen, dua agama yang begitu dekat dengannya. Ia mulai mencari tahu bagaimana dasar hubungan satu mahkluk dengan penciptanya. 

Pengetahuan yang ia dapat dari kedua agama itu, Tuhan menginginkan manusia untuk menjadi pemimpin. Satu perjalanan itu selanjutnya berakhir pada ajaran Islam. Pada usia 11 tahun, Chanicka menjadi Muslim. 

Saat itu, pilihannya sangat bertolak belakang dengan keyakinan keluarganya. Chanicka sangat takut dengan reaksi keluarga atas putusannya itu. 

Beruntung baginya, keluarga besarnya memahami pilihannya itu. Namun, mereka khawatir keputusannya itu mendekatkan dirinya dengan kelompok militan yang membunuh jiwa-jiwa tak bersalah atas nama Tuhan.

Chanicka butuh tujuh tahun lamanya untuk membuat keluarganya menerima pilihannya itu. Namun, yang membuatnya khawatir justru bukan hal tersebut. 

Ia menyadari, menjadi Muslim di era modern bukanlah hal yang mudah. Label kekerasan dan permusuhan melekat dalam stereotip umat Islam. Tapi, ia tidak goyah. Itu karena, awal komitmennya terhadap Allah jauh lebih kuat ketimbang persoalan duniawi yang melekat di sekitarnya.

"Dari awal, saya tegaskan, hidup dan mati saya hanya untuk Allah," kata dia.

Sejak menjadi Muslim, ia mulai memahami hakikat pertanyaan yang muncul dalam pemikirannya. Tujuan hidup ini adalah berbakti kepada Pencipta. 

Bersambung ke bagian 2..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement