Senin 14 Jan 2013 07:23 WIB

Jalan Hidup Sang Pembaru (1)

Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad
Fazlur Rahman.
Foto: en.wikipedia.org
Fazlur Rahman.

REPUBLIKA.CO.ID, Prof Dr Fazlur Rahman adalah cendekiawan Muslim yang dikenal di seluruh dunia sebagai pembaru Islam.

Karena keluasan pengetahuan dan kecemerlangan pemikirannya, tokoh kelahiran Pakistan ini dianggap sebagai salah satu pembaru Islam paling berpengaruh pada abad ke-20.

Ia juga dikenal sebagai penulis produktif dan guru besar yang tekun. Meski demikian, pemikirannya terkadang dianggap kontroversial oleh sejumlah ulama tertentu.

Karena itulah, ia memilih hengkang dari negara asalnya, lalu menetap di Amerika Serikat hingga akhir hayatnya.

Di Universitas Chicago, AS, ia menyampaikan wawasannya mengenai Islam kepada murid-muridnya, baik Muslim maupun non-Muslim, juga kepada para pengkaji Islam di Barat.

Tiga Periode Pemikiran

Sejumlah kalangan membagi pemikiran Fazlur Rahman ke dalam tiga periode yang didasarkan pada karakteristik karya-karyanya. Tiga periode itu adalah:

- Periode Awal  (dekade 1950-an)

- Periode Pakistan (dekade 1960-an)

- Periode Chicago (dekade 1970-an dan seterusnya)

Pada periode awal dan kedua (Pakistan), Rahman belum secara terang-terangan mengaku terlibat dalam arus pembaruan pemikiran Islam. Barulah pada periode ketiga (Chicago), ia mengaku sebagai juru bicara neomodernis.

Beberapa Buah Pemikiran

Rahman menegaskan, perlunya dibedakan antara Islam normatif dan Islam historis. Islam normatif adalah Islam menurut teks, seperti dalam Alquran dan hadis.

Sementara, Islam historis adalah Islam yang dipahami dan dipraktikkan umat Islam sepanjang sejarah. Pembedaan itu perlu untuk melihat sejauh mana tradisi yang dikembangkan kaum Muslim terdahulu dapat diterima oleh generasi Muslim berikutnya.

Baginya, tak semua tradisi Islam harus diterima. Agar Islam dapat menjadi agama yang sesuai dengan perkembangan zaman maka pembaruan atas tradisi Islam perlu dilakukan.

Menurutnya, agar ajaran Islam dapat menjawab tantangan zaman sekarang, kaum Muslim harus menangkap semangat etis wahyu dalam Alquran, bukan sekadar pernyataan harfiahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement